Ini Pendapat Rohaniawan Soal Peristiwa di Sigi

by
Ilustrasi.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Rohaniawan Pdt Saut Hamonangan Sirait menyatakan, dalam kondisi Indonesia yang memunculkan gejala segregasi yang dicirikan dengan penguatan politik identitas, peristiwa pembunuhan sadis satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah menjadi peringatan yang sangat serius.

“Iya, pendapat saya memang peristiwa tersebut begitu serius. Kenapa ? Karena bisa membangkitkan inspirasi lama bagi kaum anti Pancasila dan sekaligus akar pahit bagi kaum nasionalis dan kelompok ‘minoritas,” kata Saut yang dihubungi beritabuana.co, Senin (30/11/2020).

Dia berpesan sekaligus mengingatkan pemerintah untuk segera menangkap pelaku pembunuhan sadis tersebut. Bagaimana pun, persoalan waktu menjadi signifikan bagi pemerintah, khususnya aparat keamanan untuk segera menangkap dan menumpas gerakan teroris itu.

“Iya betul, harus segera ditangkap. Bila dalam 1-2 bulan tidak terungkap, 4 nyawa dan tindakan kebiadaban itu akan menjadi hadiah Natal dan tahun baru bagi Republik ini,” kata Saut prihatin.

Seperti diberitakan, peristiwa pembunuhan sadis satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah disebut dilakukan kelompok Ali Kalora Cs. Tak hanya membunuh satu keluarga, Ali Kalora Cs juga bakar sejumlah rumah dan mengambil barang-barang warga.

Peristiwa itu terjadi pada Jumat (27/11/2020) sekitar pukul 10.00 Wita di sebuah Desa Lembatongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulteng. Empat anggota keluarga itu ditemukan tewas mengenaskan di sekitar rumahnya. Sekretaris Desa Lembatongoa, Rifai membenarkan peristiwa itu.

Keempat korban itu adalah kepala keluarga bernama Yasa, istri Yasa, putri Yasa, dan menantu Yasa. Kapolda Sulteng Irjen Abd Rakhman Baso mengatakan pembunuhan sadis itu dilakukan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kelompok MIT dipimpin oleh Ali Kalora Cs.

Saut Sirait, seorang pendeta di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ini menyatakan lagi, peristiwa di Sigi merupakan tragedi maha kejam. Korbannya adalah petani yang polos, hidup dalam kedamaian, jauh dari realitas sosial dan politik, tanpa musuh.

“Tidak ada secuil pun yang dapat dijadikan alasan untuk kematian mereka,” ujar Saut seraya mempertanyakan dengan fungsi dari Babinsa (Bintara Pembina Desa, baik tentara maupun polisi) yang digaji dan difasilitasi dengan sepeda motor dengan Polsek dan Koramil di tiap kecamatan.

“Dulu, Koramil dan Dansek (Kapolsek) tahu anak-anak SMA yang nakal distrap. Entah apa yang dilakukan mereka sekarang,” kata Saut menambahkan. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *