Insiator KAMI Diperlakukan bak Teroris, Jimly: Penjara Bukan untuk yang Beda Pendapat

by
Anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Penangkapan sejumlah tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menuai kritikan. Apalagi, mereka ditampilkan ke depan publik dengan mengenakan baju tahanan drngan tangan diborgol.

Anggota DPD RI, Jimly Asshiddiqie dalam keterangan persnya, Jumat (16/10/2020) menilai, mereka tak pantas diproses apalagi sampai diborgol seraya dipamerkan kedepan publik.

“Ditahan saja tak pantas apalagi diborgol untuk kepentingan disiarluaskan,” kata Jimly.

Jimly melanjutkan, sebagai pengayom warga, polisi harusnya lebih bijaksana dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengingatkan, sekarang, penjara dimana-mana sudah penuh.

“Carilah orang jahat, bukan orang salah atau yang sekedar “salah”. Kelebihan penghuni (over kapasitas) sudah 208%. Bahkan di kota-kota besar sudah 300%,” papar Jimly.

Maka, lanjut Jimly, peruntukkanlah penjara bagi para penjahat saja, bukan untuk orang yang berbeda pendapat.

“Mereka yang beda pendapat cukup diajak dialog dengan hikmah untuk pencerahan,” jelas dia.

Polisi akhirnya mengungkapkan peran tiga petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang sebelumnya ditangkap terkait aksi menolak UU Cipta Kerja dan berujung ricuh.

Tersangka pertama, yakni Jumhur Hidayat (JH) diduga menyebarkan konten yang mengandung ujaran kebencian berdasarkan SARA lewat akun Twitter miliknya.

“Dia menulis salah satunya, ‘UU memang untuk primitif, investor dari RRC dan pengusaha rakus’. Ini ada di beberapa tweet-nya,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen (Pol) Argo Yuwono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Kamis (15/10/2020) kemarin.

Argo menuturkan, unggahan JH diduga menyebabkan aksi unjuk rasa anarkis maupun vandalisme. JH pun disangkakan Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45A ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan Pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Ia terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun. Tersangka kedua, yakni Anton Permana (AP). Berdasarkan keterangan polisi, AP menyebarkan konten negatif lewat Facebook serta Youtube. Salah satu unggahan AP menyinggung multifungsi Polri yang dinilai melebihi dwifungsi ABRI. Unggahan AP lainnya ada yang terkait dengan UU Cipta Kerja.

“Juga ada ‘Disahkan UU Ciptaker, bukti negara ini telah dijajah’, kemudian juga ‘Negara sudah tidak kuasa lindungi rakyatnya’ dan ‘Negara dikuasai oleh cukong VOC gaya baru,” ucap Argo.

AP dijerat Pasal 45A ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan Pasal 14 ayat 1, ayat 2, dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Pasal 207 KUHP. (Asim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *