Unjuk Rasa UU Cipta Kerja, Ketertiban Sosial Harus Menjadi Prioritas Bersama

by
Hendardi, Ketua Setara Institute

BERITABUANA, JAKARTA – Ketua Setara Institute, Hendardi  menyampaikan beberapa pokok pikirannya terkait demo UU Ciptaker yang berujung ricuh pada 8 Oktober 2020.

Menurut Hendari, demo adalah artikulasi kebebasan berpendapat yang dijamin UUD Negara RI 1945 dan juga instrumen hak asasi manusia. Oleh karena itu secara prinsip aksi-aksi demo yang menolak UU Cipa Kerja adalah sah dan harus dihormati.

Namun begitu, kata dia, kebebasan itu harus dijalankan dengan tidak melanggar pembatasan-pembatasan yang sudah ditetapkan, seperti larangan melakukan pengrusakan, tidak menimbulkan anarki sosial, tidak mengganggu ketertiban umum dan lain sebagainya.

Jika aksi itu berpotensi menimbulkan anarki sosial, penegak hukum dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan pencegahan serta penindakan yang dilakukan aparat penegak tetap harus dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan.

Menurut Hendardi. demo dengan kekerasan yang terjadi di beberapa tempat pada 5-7 Oktober 2020 semestinya memberikan pembelajaran bagi semua pihak untuk menahan diri dalam menyampaikan aspirasinya.

“Peristiwa awal Oktober tersebut juga menggambarkan bahwa aksi dalam jumlah massa yang besar hampir pasti mengundang conflict enterpreneur untuk memanfaatkan situasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Selasa (13/10/2020).

Dikatakan Hendardi, penyebaran informasi terkait rencana aksi lanjutan dengan agenda-agenda yang melampaui dari isu UU Cipta Kerja, di tengah masyarakat telah menimbulkan keresahan dan ketakutan.

“Aksi demo dengan agenda-agenda ekstra konstitusional harus dicegah dengan tindakan hukum yang akuntabel,” katanya.

Percampuran kepentingan dan agenda aksi oleh berbagai komponen masyarakat telah menggambarkan bahwa aksi unjuk rasa yang digelar hari ini memiliki kerentanan lebih luas mengganggu ketertiban sosial.

Lalu ia mengatakan, untuk kembali memusatkan energi penolakan terhadap UU Cipta Kerja, elemen masyarakat dapat menggunakan mekanisme yang tersedia dalam sistem ketatanegaraan, yakni menguji pasal-pasal yang kontroversial itu ke meja Mahkamah Konstitusi.

“Termasuk sejumlah catatan formil yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur pembentukan UU juga bisa diujikan ke Mahkamah Konstitusi,” tegasnya.(efp)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *