Kebijakan Konprehensif Soal Penumpukan Penumpang KRL

by
ILUSTRASI

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan memutuskan untuk menerapkan paket kebijakan yang lebih komprehensif guna menangani fenomena penumpukan penumpang KRL Jabodetabek pada waktu tertentu khususnya di wilayah Bogor.

Penumpukan yang terjadi sejak Adaptasi Kebiasaan Baru tersebut merupakan konsekuensi dari penegakan protokol kesehatan di KRL yang menuntut kewajiban pengurangan kapasitas. Sementara pada sisi lain meski masih berlaku kebijakan pengaturan demand, namun pada kenyataannya aktivitas pelaku masih cukup signifikan pada waktu tertentu, sehingga sering terjadi penumpukan penumpang yang tidak terakomodir KRL.

“Sejauh ini kebijakan Pemerintah untuk menangani permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan bus gratis setiap Jum’at sore dan Senin Pagi yang telah dilakukan sejak Mei 2020” jelas Kepala BPTJ, Polana B. Pramesti kepada www.beritabuana.co di Jakarta, Senin (3/8/2020) menyoal masih seringnya terjadi penumpukan penumpang KRL yang tidak terakomodir.

Dikatakan Polana, dalam perjalanannya setelah dilakukan evaluasi dipandang perlu kebijakan yang lebih komprehensif agar terwujud solusi yang berkelanjutan terhadap permasalahan tersebut.

“Evaluasi yang melibatkan berbagai pihak di antaranya para pakar/pemerhati transportasi telah berhasil memetakan karakteristik pengguna KRL. Hasil pemetaan ini menjadi landasan kami dalam menyusun kebijakan yang lebih menyeluruh dan tentunya juga mempertimbangkan kemungkinan pandemi masih berlangsung lama,” tuturnya.

Oleh karena itu, kata Polana, kebijakan yang diambil pada prinsipnya harus mampu menjamin ketersediaan layanan transportasi dengan tetap menegakkan protokol kesehatan, menjangkau keseluruhan segmen masyarakat serta berdampak positif pada aspek keberlanjutan layanan transportasi itu sendiri.

Pengguna KRL

Menurutnya, hasil pemetaan yang dilakukan menunjukkan bahwa karakteristik masyarakat pengguna KRL cukup beragam mulai dari kalangan status sosial ekonomi bawah hingga status sosial ekonomi menengah. Mereka yang berasal dari status sosial ekonomi bawah memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sarana transportasi KRL karena harga tiket yang terjangkau bagi mereka.

Sementara itu, lanjut Polana, ternyata terdapat juga pengguna KRL dari kalangan status sosial menengah yang mau dan mampu memanfaatkan layanan komuter selain KRL dengan harga tiket yang lebih tinggi, asal sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

“Kebijakan yang diambil harus mampu mengakomodir kondisi dan kepentingan mereka semua, sehingga pada masa pandemi ini jika terpaksa melakukan aktivitas mereka dapat mengakses layanan transportasi yang memadai dengan penerapan protokol kesehatan,” papar Polana.

Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, terangnya, maka Pemerintah telah memutuskan beberapa langkah dalam satu paket kebijakan, meliputi pengurangan secara bertahap layanan bus gratis bagi pengguna KRL hingga Desember 2020. Bus gratis tetap dipertahankan hingga akhir tahun 2020, namun keberadaanya secara bertahap akan dikurangi.

Menurutnya, langkah ini terutama untuk mengakomodir kelompok masyarakat yang sangat bergantung pada KRL karena kemampuan finansial yang terbatas, manakala mereka tidak tertampung sarana KRL karena keharusan penegakan protokol kesehatan.

Selanjutnya, pengurangan bus dilakukan dengan tetap mempertimbangkan dinamika kondisi yang terjadi di setiap saat, serta penyediaan dan peningkatan layanan bus JR Connexion di wilayah Bogor dan sekitarnya.

“Kebijakan ini ditujukan untuk mengakomodir kelompok pengguna KRL yang memiliki kemampuan finansial lebih untuk memanfaatkan moda lain manakala mereka tidak terakomodir KRL. Layanan bus Jabodetabek Residence Connexion (JR Connexion) merupakan layanan bus ‘jemput bola’ dengan titik pemberangkatan dari tempat yang berdekatan dengan pemukiman calon penumpang menuju titik-titik tertentu di Jakarta,” ujar Polana.

Sifat layanan bus ini, jelasnya, adalah point to point, pada pagi hari (jam berangkat kantor) dari daerah pemukiman menuju titik tertentu di Jakarta dan pada sore hari (jam pulang kantor) dari titik tertentu di Jakarta menuju pemukiman yang menjadi tujuan asal layanan tersebut.

Dingkapkan Polana, dalam 2 minggu terakhir telah diluncurkan layanan baru JR Connexion di Sentul City (Kabupaten Bogor) serta di Perumahan Taman Sari Persada (Kota Bogor). Peluncuran di Taman Sari Persada ini merupakan yang pertama di Kota Bogor, yang akan berlanjut dengan peluncuran JR Connexion di area pemukiman sekitar Stasiun Bogor pada, Senin 3 Agustus 2020, dan saat ini masih terus berlangsung penjajagan untuk membuka rute-rute baru JR Connexion di wilayah Kota Bogor.

Polana menambahkan, BPTJ saat ini tengah meminta kepada semua Pemerintah Kota/Kabupaten di Jabodetabek tidak terkecuali Bogor untuk mengajukan skema subdisi kepada Pemerintah Pusat guna penataan angkot di wilayah masing agar dapat terintegrasi dengan layanan Transjabodetabek.

Seperti halnya yang terjadi di Kota Bogor, sebutnya, sebenarnya saat ini sudah terdapat layanan bus Transjabodetabek dari Terminal Bus Baranangsiang dan Terminal Bubulak menuju terminal-terminal bus yang ada di DKI Jakarta dan bahkan Bekasi.

“Jika Transjabodetabek ini dapat terintegrasi dengan baik secara sistem dengan angkot yang ada di Kota Bogor maka akan dapat diandalkan menjadi angkutan alternatif. Apalagi sebagai angkutan umum reguler berjadwal, Transjabodetabek yang di Kota Bogor ini sangat memungkinkan untuk diberikan subsidi sehingga tarifnya lebih terjangkau lagi,” tandas Polana, seraya berharap semua pihak khususnya Pemerintah Daerah di Jabodetabek untuk tanggap secara aktif dalam proses implementasi kebijakan ini. (Yus)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *