Pemilu Tak Ada Arti Bila Suara Rakyat Diselewengkan

by

BERITABUANA.CO,JAKARTA-Pemilu tidak memiliki arti apabila suara rakyat diselewengkan. Pendapat ini disampaikan oleh Saut Hamonangan Sirait, Dosen Etika STT HKBP Pematangsiantar, saksi ahli pihak Tergugat dalam keterangan tertulisnya untuk Sengketa No. Perkara 82/G/2020/PTUN-JKT yang disidangkan oleh PTUN Jakarta

Menurut Komisioner KPU Periode 2010-2012 ini, Pemilu sangat jelas menghasilkan jaminan yang pasti terhadap suara rakyat. Oleh karena itu, pengabaian terhadap suara rakyat dalam bentuk penyelewengan, menyerukan semua orang untuk melakukan tindakan penyelamatan pemilu, baik saat ini dan juga untuk masa depan. Saut yang pernah menjabat sebagai Anggota DKPP RI Periode 2012-2017  menjelaskan tentang tanggungjawab terbesar mengenai suara rakyat, mulai dari TPS, ke KPU Kab/Kota, Provinsi dan RI, berada sepenuhnya di tangan Penyelenggara Pemilu, yakni pada jajaran KPU dan Bawaslu. “Sistem perhitungan dan dokumen untuk itu secara berlapis telah disediakan negara dan sangat tidak mungkin bila penyelewengan suara di luar pengetahuan penyelenggara. Itulah sebabnya, suara adalah mahkota penyelenggara,” lanjutnya.

Saut menambahkan mahkota merupakan simbol kemuliaan, dengan kekuasan dan tanggungjawab yang ada di dalamnya. Mahkota yang jatuh menandakan hilangnya kemuliaan dan pasti berganti dengan kehinaan. Hanya dengan penjagaan, pengawalan, penjaminan dan pemastian suara rakyat dalam pemilu yang membuat mahkota penyelenggara pemilu tidak jatuh ke dalam kehinaan dan kebusukan. “Keppres pemberhentian tidak hormat terhadap Evi Novida Ginting, komisioner KPU RI adalah tindak lanjut atas Putusan DKPP Nomor 317. Meski keppres adalah tindaklanjut tapi keppres tersebut berkaitan dengan nilai-nilai fundamental,” kata Saut.

“Putusan DKPP adalah dasar terbitnya keppres, meski tidak masuk dalam petitum gugatan, tetapi akan menjadi goncangan besar apabila Keputusan Presiden tersebut dibatalkan atau tidak dianggap sah, tanpa mencabut atau membatalkan Putusan DKPP,” tegasnya. “Keputusan Presiden Nomor 34/P Tahun 2020, apabila dikabulkan walau sebagian kecil, akan menimbulkan kehancuran terhadap nilai-nilai kehidupan, moral, moral hukum dan hakikat Pemilu di Indonesia,” tambahnya. (syd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.