Jaksa Agung dan Menkumham Tak Kompak Soal Keberadaan Joko Tjandra

by
by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly membantah buronan koruptor kasus Cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan berada di Indonesia 3 bulan terakhir.

Penegasan politikus PDIP ini sekaligus menepis pernyataan Jaksa Agung, Birhanuddin saat melakukan Raker dengan Komisi III DPR pada Senin (29/6) lalu bahwa Joko Tjandra berada di Indonesia sudah selama 3 bulan.

“Dari mana datanya bahwa dia 3 bulan di sini, tidak ada datanya kok,” tegas Yasonna menjawab pertanyaan wartawan, Rabu (01/07/2020), di Jakarta.

Menurut Yasonna, sistem keimigrasian pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham juga tidak menunjukkan adanya bukti – bukti keberadaan Joko Tjandra.

“Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya. Sampai sekarang tidak ada. Kemenkumham tidak tahu sama sekali (Joko Tjandra.) di mana. Makanya kemarin kan ada dibilang ditangkap, kita heran juga. Jadi kami sudah cek sistem kami semuanya, tidak ada,” katanya dengan nada tinggi.

Pernyataan tegas Yasonna tidak main-main. Sebab, diikuti dengan instruksi kepada Ditjen Imigrasi, guna menyamaikan data-data seputar kronologis status DPO (Daftar Pencarian Orang) Joko S. Tjandra.

Sementara itu Kabag Humas Ditjen Imigrasi Arvun Gumilang menyatakan, ada 6 poin penting seputar pencegahan dan DPO Joko Tjandra yang merupakan Wakil Dirut PT. Era Giat Prima (EGP) tersebut.

Menurutnya, permintaan pencegahan atas nama Joko Soegiarto Tjandra oleh KPK dilakukan pada 24 April 2008. Pencegahan berlaku selama 6 bulan. Kemudian disusul dengan keluarnya Red Notice dari Interpol pada 10 Juli 2009 untuk memburu Joko Soegiarto Tjandra tersebut.

Selanjutnya, pada 29 Maret 2012 keluar surat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berlaku selama 6 bulan.
Terus, permintaan DPO dari Sektetaris NCB Interpol Indonesia terhadap Joko S. Tjandra alias Joe Chan (WN Papua Nugini), 12 Februari 2015.

Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri.

Namun, pada 5 Mei 2020, ada pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa dari red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra telah terhapus dari sistem basis data terhitung sejak tahun 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.

Atas permintaan itu, Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020.
Terakhir, pada 27 Juni 2020, terdapat permintaan DPO dari Kejaksaan Agung. Sehingga nama yang bersangkutan dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.

“Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chan tidak ditemukan dalam data perlintasan,” ungkap Arvin Gumilang.

Namun anehnya, dalam Raker bersama Komisi III DPR pada Senin (29/06) lalu, Jaksa Agung menyatakan sakit hati atas keberadaan Joko selama 3 bulan terakhor, di Indonesia.

Padahal, sejak 2009 terpidana buron sehari sebelum putusan PK (Peninjauan Kembali) oleh Jaksa M. Jasman Panjaitan dikabulkan Mahkamah Agung.
Bahkan, pemilik Mulia Grup ini kabur ke Papua Nugini dengan Pesawat Charter dari Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur,10 Juni 2009

“Yang menyakitkan hati saya, katanya tiga bulanan dia ada disini. Baru, sekarang terbukanya,” kata Burhanuddin dalam Raker tersebut.

Selama ini Kejagung mengaku kesulitan untuk menangkap terpidana yang dihukum 2 tahun bersama mantan Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Namun berbeda dengan Joko, Syahril memilih untuk dieksekusi, di Lapas Cipinang, Selasa (16/6/2009) silam.

Berdasarkan informasi, lanjut Jaksa Agung, selama ini Jo Chan berada di Singapura dan Malaysia.

“Saya dengar Joko bisa ditemui dimana-mana, di Singapura dan Malaysia, tapi kita minta kesana-kesini juga tidak ada yang bawa” kilahnya dengan nada kecewa.

Ditambahkan, Joko juga telah mendaftarkan PK, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, 8 Juni 2020., dan pada hari Senin (29/6) kemaren itu sidang pertama.

Menurut catatan, PK ini adalah untuk kedua kali diajukan, setelah yang pertama bersama PK Syahril Sabirin ditolak MA, 2009

PK bisa lebih dari satu kali dimungkinkan, setelah gugatan Boyamin Saiman dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), beberapa tahun lalu.

Atas upaya Joko tersebut, Kejagung akui kecolongan dan segera akan melakukam evaluasi. “Jujur, ini kelemahan intelijen kami, ” ungkapnya.Oisa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *