Perang Dagang AS-China

by
Ilustrasi.

Oleh: Teddy Mihelde Yamin, SE, MSc.*

Teddy Yamin.

MENGIKUTI perkembangan ‘perang dagang’ yang diluncurkan Amerika Serikat/United States (US) terhadap China saat ini, bisa jadi aku keliru, tapi aku melihat cepat atau lambat analisaku segera terjadi; USA akan berhadap-hadapan dengan China. Siapa pemenangnya? Amerika akan menggunakan berbagai cara untuk tetap memegang kendali. Mengingat sekarang saja, apa sih yang nggak dipunyai China. Kecuali militer dan Industri persenjataan, yang masih dipegang US, tapi di bidang teknologi lainnya China nggak mau kalah berusaha, dengan cerdik berusaha ‘menyamai’. Tak mudah, Amerika sudah terlalu kuat pengaruhnya dalam menghegemoni dunia ini. Berbeda halnya bidang perdagangan. Perdagangan China jagonya. Logistik dan distribusi China unggul. Cadangan devisa salah satu yang terbesar di dunia. Pasar uang, dia punya sendiri, ‘Hudsonian New Economic Model’. Bahkan banyak surat berharga yang diterbitkan pemerintah US dan institusi di US yang dipegang China.

Di bidang sosmed (sosial media) dan IT (Information & Tekhologi), khusus di China, dia nggak perlu Google karena dia sendiri punya ‘Baidu’. Facebook dia nggak perlu karena dia punya ‘Renren’. Twitter nggak perlu karena ada ‘Weibo’. Whatsapp nggak perlu, dia ada ‘WeChat’. YouTube dia punya ‘Youku’. Gmail juga dia nggak butuh karena ada ‘QQ’.

Lengkap semua. Sementara jika di Amerika ada Amazone, di China ada ‘Alibaba’. Dan untuk transportasi online semacam Uber atau Grabb dia juga punya ‘Didi Chuxing’.

Ketika Trump melarang Android dipakai oleh Huawei, China nggak ambil pusing karena Huawei punya platform OS sendiri, ‘Hong Meng OS’. Akhirnya Trump senewen sendiri. Bahkan ternyata Huawei chipnya 50% lebih sudah dibuat sendiri, dan 5 G dipastikan tidak pakai ZTE milik US. Jangan salah Huawei sudah dipakai lebih dari 100 negara.

Sejajar dengan itu, China membuka ribuan beasiswa master berbahasa Inggris untuk belajar di China, bagi mahasiswa International yang disebar di 3 penjuru dunia; benua Eropa (interview di London) Amerika (interview di New York) dan Asia sendiri (interview di Bangkok) di tahun 2020 ini juga. Semua itu tak lain untuk menyebarkan pengaruhnya.

Menyadari dominasinya yang terancam setelah 70 thn jadi “New World Order”, Trump melancarkan perang dagang dgn China. Sementara ketergantungan rakyatnya US pada produk China sudah tak terbendung lagi, menurut sumber data dari analisa Inteligent memperkirakan 30-40 % di luar senjata tingkat ketergantungannya. Jadi mau dikenakan tarif sampai 25%, China masih survive. Bahkan saja Trump mau menaikan lebih tinggi lagi. Sementara Indonesia sendiri, justru terjebak pada kepentingan sesaat, nggak ada persiapan dan perencanaan jangka panjang. “Penguasaan” pengaruh China di Indonesia adalah bagian dari tahapan penguasaan kawasan Asia Tenggara dalam proses lebih besar, menguasai dunia. Menjadi penguasa dunia adalah targetnya, menggantikan Amerika Serikat. Betapa nikmatnya menjadi penguasa dunia. Ada sumber yg mengatakan,mungkin saat ini kekuatan Amerika tinggal 50% pengaruhnya terhadap dunia. Terlebih Trump akan habis periodenya, aku nggak terlalu yakin dia terpilih lagi. Sekalipun Trump habis-habisan menekan China untuk menaikkan suara di dalam negerinya.
Pada akhirnya karena berbagai tarif yang naik, maka pasti harga barang- barang di US naik, dan dikuarirkan terjadi inflasi tinggi di US yang tak terkendalikan lagi. Efeknya seluruh dunia kena resesi ekonomi.

Selanjutnya bisa ditebak perang dagang gagal, dikuatirkan berlanjut jadi perang senjata. Jangan salah, China sudah siap-siap menjalin aliansi strategis dengan Rusia, antisipasi melanjutkan perang dingin jilid berikut. Ngeri…bisa ‘kiamat’ kali.

Sementara Indonesia masih saja terjebak pada urusan domestik. Dan yang lebih miris lagi, seperti terjebak pada kepentingan kutub yang bertikai. Justru kuatir gajah yang bertempur, pelanduk mati terinjak-injak. ***

* Penulis adalah Direktur Eksekutif Cikini Studi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *