Seni untuk Hidup dan Hidup untuk Seni

by
Brigjen Pol. CDL

PARA pejuang peradaban terpaksa mengalihkan arah kompas hidupnya dr hidup untuk seni menuju seni untuk hidup. Mas kok lama ga kelihatan ke mana aja? Itu dia jawabnya kebutuhan nempur memaksaku jawabnya. Mmg hidup ini perlu energi yg tdk sekedar idealisme. Sama saja pernikahan tak sebatas bermodal cinta namun apa guna perkawinan tanpa ada rasa cinta. Seni itu tanda ada peradaban. Apakah para penguasa dan politikus sadar bahwa seni itu perlu ada? Atau harus ada? Tak semua di antara mereka yg dalam tampuk kuasa terharu.

Seni dianggap pelengkap saja bagai pethetan yg kalau sdh ada barang seni diantara pajangan2nya sdh dianggap ijut berjuang atau ikut berkesenian. Ada yg menganggap senibsbg jaran keplakan. Dg uangbpara seniman dan budayawannya dikeplaki sampai sampai mual. Walau ngeplakinya dg rupiah tebal. Ketidakterharuan akan seni menjadikan seniman dan budayawannya aras2en. Semua dianggap bagian sampiran. Atau orang yg memilih hidup menjadi seniman atau budayawan akan ditanya : ” kowe arep mangan nganggo opo?” Kamu akan makan dg apa bila mengandalkan idealisme. Ya memang blm pernah ada pelukis atau seniman makan cat mereka tetap makan nasi spt orang pd umumnya. Mmg bs makan dr cat atau dr olah pikir olah rasa dan karya karyanya. Walaupun sering meragukan krnbyg pasti adalah ketidakpastian. Yg jelas adalah ketidakjelasan.

Harapan seni dan senimannya handal tangguh dpt muncul lahir berkarya bertahan konsisten dan konsekuen tahan banting atas kerasnya kehidupan bukan diciptakn. Mereka bukan karbitan atau dicetak melainkan melalui proses dan penghayatan yg tekun trs menerus tanpa sadar bahkan. Penghayatan atas kehidupan dijalani penuh gairah walau jalan penuh duri dan luka bahkan tragis dlm hidup dan kehidupannya.

Apresiasi seni budaya produk menghafal hanyalah semacam gonggongan yg membuat bising yg malah membingungkan. Para pendominasi sumber daya lupa atau malah sama sekali tdk paham peradabannya shg mendominasi sumber daya dg gaya mafia. Mestinya bg mereka yg lupa beradab dihardik penguasa untuk melihat kehidupan penjaga kewarasan para pejuang peradaban.

Rasa haru mereka thd seni n budaya mungkin sebatas harunya bakul di pasar. Kulak an dan diputar balik untuk mendapatkan laba cukup sudah. Perbudakkan harta atau kapitalisme atau bahkan gaya premanisme trs merajalela. Hidup kering tiada rasa yg diapresiasi sebatas benda yg menguntungkan. Wani piro ….. oleh piro…. penjilatan demi penjilatan ada dan membudaya sbgbtopeng kepura puraan….

*Brigjen Pol. CDL* – (Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *