Mufida: Pemerintah Harus Tolong PMI di Malaysia yang Menjerit Kelaparan

by
Anggota Komisi IX DPR RI dari F-PKS, Kurniasih Mufidayati.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerintah diminta menjalankan amanah Undang-undang untuk menjamin terpenuhinya hak-hak Pekerja Migran Indonesia (PMI). Saat ini jutaan PMI di Malaysia membutuhkan pertolongan mendesak.

Demikian ditegaskan Anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati.melalui keterangan tertulisnya, Selasa (28/4/2020).

Mufida mengaku sangat banyak menerima pesan dari PMI di Malaysia yang sudah sangat terdesak karena kondisi lockdown di negeri jiran tersebut.

“Assalamualaikum ibu Hajjah, saya Hasan, salah satu pekerja di Malaysia, mau minta tolong ibu Hajjah. Di kongsi kami ada 50 orang kekurangan makan. Tak boleh pergi kedai, tak de wang,” Mufida menunjukkan salah satu pesan tertulis yang diterimanya dari PMI di Malaysia.

Mufida melanjutkan, percakapan serupa juga banyak beredar di Malaysia. Kata politisi perempuan dari PKS itu, apa yang diterimanya adalah jeritan minta tolong dari saudara WNI di sana (Malaysia).

“Mereka kekurangan uang dan tidak dapat membeli bahan makanan. Bahkan untuk sekadar bertahan hidup dan kebutuhan makan sehari-hari pun sulit,” papar anggota DPR Fraksi PKS, dari Dapil Jakarta 2 yang meliputi Luar Negeri.

Mufida mengingatkan pemerintah, UU No. 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sudah sangat lengkap mengatur hak-hak PMI. UU ini secara tegas menyatakan bahwa pemerintah harus melindungi hak-hak pekerja (dan keluarganya) sejak dari rekrutmen sehingga masa purna TKI.

“Saya menyebutnya “Perlindungan Semesta”, yang memberikan jaminan atas perlindungan hak PMI dari hulu hingga hilir,” ujarnya.

Dia menjelaskan, tujuan UU ini tentu saja untuk menjamin dan melindungi segenap Warga Negara Indonesia. Dengan perlindungan yang layak, maka PMI akan dapat bekerja dengan baik dan pada akhirnya akan membawa manfaat besar bagi bangsa Indonesia.

“Karena itu, sudah sepatutnya pemerintah segera merespons jeritan permintaan tolong dari PMI kita di Malaysia, sebagai amanah Undang-undang,” tegasnya lagi.

Di sisi lain, Mufida melihat masih banyak masalah yang melingkupi PMI, baik di dalam negeri maupun di negara penempatan. Salah satunya adalah ketidak sesuaian antara kontrak yg ditandatangani oleh calon PMI dengan hak yang akhirnya mereka terima saat telah bekerja.

Dirinya mengaku mendapat banyak info tentang adanya potongan-potongan biaya sangat besar yang memberatkan PMI. Membuat pada akhirnya uang gaji PMI akan terpotong sangat besar. Salah satu sumbernya adalah keperluan TKI itu sendiri dalam memenuhi syarat agar dapat bekerja di LN.

“Di antaranya adalah biaya pembuatan paspor, sertifikasi dan biaya-biaya lain selama menunggu penempatan,” ujar Mufida.

Menurut Mufida, pemerintah dalam hal ini BP2MI, harus dapat memberikan jalan keluarnya. Sungguh memprihatinkan jika pada akhirnya hampir separuh dari gaji mereka sebagai PMI harus dipotong untuk membayar kembali “hutang” yang mereka buat selama proses penempatan.

“Jangan sampai ini menjadi lingkaran setan yang hanya menguntungkan para calo. Harus ada ketegasan dan keberpihakan dari pemerintah. Calo harus diberantas sesegera mungkin,” pungkas Mufida. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *