Senator Ini Siap Beradu Substansi dan Diskursus RUU Ciptaker

by
Senator Jatim, Evi Zainal Abidin. (Foto: Istimewa)

BERITABUABA.CO, JAKARTA – Menyikapi tanggapan dari Wakil Ketua Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, bahwa opini dari Komite III DPD RI yang menolak dan meminta DPR menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta kerja sebagai pemikiran yang prematur, maka Senator dari Jatim yang juga Anggota Komite III DPD RI, Eva Zainal Abidin merasa keberatan dan menegaskan bahwa statement yang dilontarkan oleh DPD bukan sesuatu yang berbau prematur. Namun, hal ini menunjukkan kesiapan DPD secara materi terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja.

“Komite III DPD RI merupakan salah satu alat kelengkapan DPD RI, berkepentingan untuk memberi pandangan dan pendapat terhadap RUU Cipta Kerja. Hal ini didasarkan pada fakta yuridis, terdapat 16 (enam belas) undang-undang yang mencakup bidang tugas Komite III DPD RI yang menjadi muatan RUU Cipta Kerja, yang diubah, direvisi atau dinyatakan tidak berlaku sebagian norma-normanya,” tegas Eva dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/4/2020).

Menurut Eva, pandangan Komite III DPD RI terhadap RUU Cipta Kerja adalah berdasarkan hasil temuan dari kegiatan penyerapan aspirasi daerah dan masyarakat (Reses) pada bulan Februari 2020 yang lalu. Bahkan, selama masa reses tersebut pihaknya mendapatkan beragam aspirasi dari beberapa komponen daerah dan masyarakat serta kalangan akademisi.

“Saat membahas pasal-pasal yang berkenaan dengan tenaga kerja dan serikat pekerja kami undang bersama Disnaker Jatim. Saat membahas pasal-pasal yang berkaitan dengan jaminan produk halal, kami libatkan kalangan akademisi dari Unibra, Unair, Unesa, UIN bersama Kanwil agama Jatim. Begitu pula pada saat membahas pasal-pasal yang terkait dengan perguruan tinggi, kami-pun beraudensi dengan para rektor dari berbagai universitas swasta di kota Surabaya,” tegasnya.

Sedang hasil kegiatan penyerapan aspirasi tersebut, lanjut Eva, ditemukan beberapa permasalahan yang sangat mendasar, dimana hal itu dinilai bertentangan dengan asas otonomi daerah. Secara subtansi RUU Cipta Kerja dinilai mengembalikan asas sentralistik dalam bernegara. Terhadap hal itu, DPD memiliki keterkaitan yang sangat kuat, dimana urusan tentang otonomi daerah adalah salah satu kewenangan DPD yang diamanatkan oleh konstitusi.

“Jangan sampai RUU Cipta Kerja ini hanya dominan dalam peningkatan investasi saja tanpa mempertimbangkan aspek perlindungan lingkungan hidup, hak-hak pekerja, asas desentralisasi, dan aspek lainnya sebagai pertimbangan filosofi dari undang-undang yang akan terkena dampak pencabutan nantinya. Contoh, RUU Cipta Kerja memang tidak menghapuskan izin Amdal, namun ketentuan RUU tersebut jelas mengingkari asas desentralisasi kembali menjadi sentraliasi, dimana izin amdal dan pembuangan limbah yang semula menjadi kewenangan daearah akan ditarik ke pemerintah pusat,” bebernya.

Tidak hanya itu, menurut Eva, secara substansi isi RUU Cipta Kerja sangat bertentangan dengan pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2) UUD 1945, karena menghilangkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Pandangan dan pendapat Anggota DPD RI dijamin oleh UU bahkan konstitusi, sehingga seharusnya siapapun dapat menghormati pendapat anggota DPD RI baik secara pribadi maupun Lembaga.

“Berdasarkan hal-hal tersebut, sebagai Anggota DPD RI dari Provinsi Jawa Timur dan pernah juga menjadi Anggota DPR Periode 2014-2019, saya menyatakan siap beradu subtansi dan diskursus RUU Cipta Kerja dengan DPR,” tegas Eva. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *