BERITABUANA.CO, JAKARTA – Untuk membangun personal branding, sejumlah politisi berbondong-bondong ‘terjun’ ke media sosial (Medsos). Hal ini relevan karena media sosial adalah kenyataan hari ini yang tidak bisa diabaikan.
Pendapat ini disampaikan oakar Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan dihubungi media, Kamis (28/4/2022).
Medsos, lanjut Firman, digunakan sebagai personal branding, yaitu strategi untuk membentuk citra diri sendiri, sehingga masyarakat atau orang lain dapat menilainya dari prestasi dan pencapaian yang dia miliki. Jika politisi sudah ‘terjun’ ke medsos, maka dia sudah siap berinteraksi dengan masyarakat.
“Terbentuk pola komunikasi baru, masyarakat bisa langsung mengakses politisi. Komunikasi publik dengan politisi dengan kekuatan media sosial,” tambahnya lagi.
Keberadaan medsos, menurut Firman, tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pada survei yang dirilis Hootsuite, pada tahun ini, 73,7% persen masyarakat Indonesia terhubung dengan internet dan 68,9% aktif menggunakan media sosial.
Ada tiga hal, mengapa seorang politisi memanfaatkan media sosial. Pertama, untuk membangun awareness, politisi menunjukkan karakternya, menyampaikan misinya secara ringan.
Kedua, keterlibatan publik, yaitu saat publik ikut berkomentar pada media sosial politisi tersebut. Keetiga, ada feedback dari publik dari yang ditawarkan publik cocok atau tidak, kemudian kalau tidak cocok akan ada dialog.
Politisi yang sudah ‘terjun’ di medsos, menurut Firman, harus menyelaraskan citranya. Politisi yang tampil ciamik, ramah, humoris di media sosial, harus bersikap yang sama saat ditemui secara langsung.
“Ada teori dramaturgi, kita atur panggung depan dan panggung belakang. Katakan panggung depan adalah media sosial, maka di panggung depan ingin tampil sempurna, ideal. Publik harus diberi juga tampilan di belakang panggung,” tuturnya.
Tampilan dibelakang panggung, kata Firman adalah keseharian tokoh tersebut. Apakah dia memang ramah, mau menjawab pertanyaan dan tidak anti terhadap kritik.
“Jadi apa yang disajikan di media sosial idealnya tidak terlalu berbeda dengan di dunia nyatanya,“ ujar dia.
Konten Kreatif
Sementara Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas menyatakan, ntuk mengisi kanal-kanal medsos, politisi dan timnya perlu kreatif. Konten yang kreatif adalah kunci.
“Tergantung konten menarik atau tidak. Apakah topiknya sesuai dengan topik yang disukai masyarakat, apakah pesan komunikasinya mudah dipahami oleh masyarakat pengguna media sosial,“ katanya.
Konten yang bagus, entah itu video, teks maupun meme, menarik perhatian masyarakat. Semakin baik sosialisasi semakin besar peluang untuk ter-ekspose pada komunitas-komunitas.
“Meki begitu, mentereng di media sosial, politisi jangan lupa untuk bekerja, karena masyarakat butuh aksi ketimbang ‘tebar pesona’ saja,” demikian Sirojudin Abbas.
Sebelumnya politisi PDI Perjuangan, Puan Maharani menekankan perlunya bekerja dan gotong royong.
“Jadi jangan kemudian kita itu asal pilih karena cuma kelihatan di panggung saja. Panggung itu panggung media, panggung TV, panggung sosmed, tapi pilih orang yang betul-betul pernah memperjuangkan kita, pernah bersama-sama kita, pernah bergotong-royong bersama kita,” kata Puan Maharani. (Kds)





