KONSESI GEOPOLITIK, kini tengah ditabur Israel. Pengakuan kemerdekaan Somaliland, negara di ‘Tanduk Afrika’, punya tujuan berlapis.
Pengakuan itu, punya nilai konsesi, tidak gratis. Konsesi Israel kepada Somaliland, akan memantik kekacauan yang meluas di Tanduk Afrika (Horn of Africa).
Israel sejak lama, memang telah berencana memindahkan warga Gaza, atau penduduk Palestina ke ‘calon’ negara yang berluas 176.000-an kilometer ini. Konsesi itu yang akan diberikan bekas protektorat Inggris tersebut.
Meskipun tak masuk akal. Seperti dikutip “The Guardian” (27 Desember 2025), usulan pemukiman warga Palestina dari Gaza ke negara separatis Somalia itu, punya potensi.
PM Israel, Benyamin Netanyahu, belum lama mengatakan, bahwa operasi IDF (militer Israel) di Gaza. Tidak akan berakhir, sampai seluruh warga Palestina dipindahkan secara paksa.
Ide itu sempat membuncah, saat perang Hamas-Israel sedang membara tahun 2024 lalu. Linear dengan sikap Netanyahu, Presiden AS, Donald Trump melontar keinginan membangun Gaza, berjuluk “Riviera Timur Tengah”. Tokoh ekstrem Israel, Bezalel Smotrich merencanakan “Kota Bonanza”.
Trump yang dikenal “mudah berubah”, lalu memprakarsai “20 Trump Plan”, yang mana penduduk Gaza tetap akan tinggal di Gaza, tidak akan dipaksa pergi. Di dalamnya, bahkan dimungkinkan terbentuk negara Palestina, di masa depan.
Fluktuatif masalah Gaza, dan kecaman Eropa. Israel lalu mencari simbiosa mutualisme. Somaliland punya nilai strategis bagi AS-Israel, menyangkut keamanan pelayaran di Laut Merah. Hal itu merupakan cara Israel mencari “jalan berkelok, untuk tetap “mengusir” warga Palestina dari Gaza.
Penduduk Somaliland yang hanya 6,5 juta jiwa (tak seimbang dengan luas), lalu Presiden Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi memberi “lampu hijau”. Menjadikan pengakuan Israel, “ada udang di balik batu”.
Menciptakan neo “in group”, dengan masuknya Somaliland, secara otomatis akan melahirkan “out group” Israel di negara “Tanduk Afrika” ini.
Faksional baru yang lahir (memusuhi dan berkawan), mempersulit Organisasi Persatuan Afrika (OAU) dalam menciptakan kestabilan kawasan. Langkah Israel ini merupakan “Devide et Impera”, upaya “pecah belah”.
“Arab News” (27 Desember 2025) mengingatkan, sejumlah negara menentang langkah Israel. Apalagi itu berkait “moral hazard” (niat buruk) pemindahan rakyat Palestina dari tanah mereka. Negara-negara Islam dalam Komunike bersamanya mengutuk pengakuan itu:
Mereka: Aljazair, Yordania, Maladewa, Nigeria, Oman, Gambia, Libya, Djibouti, Kuwait, Iran, Irak, Pakistan, Sudan, Somalia, Turki, Qatar, Yaman, Komoro, Nigeria, Palestina, Mesir, Organisasi Konferensi Islam (OKI). Tak tertinggal Arab Saudi dan negara Teluk (GCC).
Mengakui kemerdekaan Somaliland yang telah diberi otonomi khusus (sejak 1991) oleh Somalia, merupakan pelanggaran hukum internasional, dan dilarang Piagam PBB.
Hal ini, belum pernah terjadi dalam sejarah ketatanegaraan dunia. Menjunjung tinggi kedaulatan sebuah negara, merupakan prinsip dasar. Israel telah mencederai hukum internasional.
Mengancam Yaman
Semua tidak menampik, kepentingan AS, linear dengan kepentingan Israel. Keduanya saling berkelindan. Namun, mengakui kemerdekaan separatis, seperti yang dilakukan Israel terhadap Somaliland, tidak lazim.
Betul, sejumlah negara Afrika telah membina hubungan diplomatik dengan Israel: Rwanda, Eritrea, Pantai Gading, Ghana, Mesir, Kamerun, Angola, Kenya, Ethiopia, dan Afrika Selatan.
Persoalannya menjadi lain, dengan Somaliland. Terletak di tepi Laut Merah (Red Sea), berhadapan dengan Teluk Aden (Yaman), Israel-AS akan mendapatkan ‘bonus’ strategis.
Membangun pangkalan militer, menyerang efisien dan efektif ke Houthi (Yaman) dalam “jarak sejengkal”, akan lebih mudah bagi Israel “menggulung” Houthi.
AS sendiri punya kepentingan. Selepas “bercerai” dengan Djibouti (berbatasan dengan Somaliland), kini mendapat pengganti yang lebih strategis (Somaliland) yang berada “head to head” dengan Yaman.
Pengakuan AS terhadap Somaliland, saat ini masih “malu-malu”, diprediksi akan berterus terang dalam tempo paling lambat tahun 2028. Mengapa?
AS akan mendapat imbalan (konsesi) bonus dari Somaliland, membangun Pangkalan Militer dekat Pelabuhan Barbera, lokasi strategis di seberang Yaman (Teluk Aden). Beberapa serangan AS ke Yaman belum lama, berasal dari Somaliland.
Posisi AS, memang memburuk di Pangkalan Militernya “Camp Lemonnier” (Djibouti), setelah China semakin memperkuat pengaruhnya di Djibouti dan Afrika lain. Ini menjadikan, pengakuan terhadap Somaliland sebagai penyeimbang.
Konsesi adalah bonus! Israel mengakui Somaliland, itu tidak tunggal. Israel adalah “proxy” AS. Pengakuan Israel akan diikuti oleh AS. Kapan? AS masih menghitung dampak terhadap sahabat kayanya di Timur Tengah. Karena, hampir semua (22 negara) Liga Arab menentang pengakuan Israel.
Pengakuan AS pasti terjadi. Pengakuan Israel (26 Desember kemarin ), hanya bab “preliminary”, sebagai pendahuluan semata.
*Sabpri Piliang* – (Pengamat Timur Tengah/Anggota Dewan Redaksi www.beritabuana.co)







