BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet), menegaskan arah politik hukum pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sudah ‘on the track’, karena terus berusaha untuk memastikan keseimbangan antara efisiensi pemerintahan, pemberantasan korupsi dan penguatan demokrasi substantif. Langkah berani yang diambil Presiden Prabowo, seperti restrukturisasi BUMN, pemangkasan belanja negara hingga Rp 306,7 triliun, menindak keras perilaku koruptif, pengusaha nakal yang serakah, penegakan hukum tanpa pandang bulu serta program pengampunan ribuan narapidana, bisa menjadi terobosan bila dijalankan dengan akuntabilitas dan transparansi pelaksana di lapangan. Namun jika tidak, semua itu berpotensi menjadikan hukum sebagai sekadar alat legitimasi penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok.
“Keberanian Presiden Prabowo mengambil keputusan besar tersebut perlu diapresiasi. Karena telah membawa perubahan besar dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Kita juga harus punya tekad yang sama dengan Presiden Prabowo, agar hukum tidak boleh diterapkan secara tebang pilih. Aparat penegak hukum, baik jaksa, polisi, maupun hakim, diminta untuk menggunakan nurani dan menjauhi praktik yang merugikan masyarakat kecil. Jangan sampai hukum hanya menjadi instrumen legalitas dari keputusan politik tanpa akuntabilitas,” ujar Bamsoet saat mengajar mata kuliah “Politik Hukum dan Kebijakan Publik”, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur di Kampus Universitas Borobudur Jakarta, Sabtu (1/11/25).
Ketua DPR RI ke-20 ini memaparkan, kebijakan pemangkasan belanja yang diumumkan Kementerian Keuangan pada Januari lalu disebut sebagai langkah efisiensi besar-besaran. Pemerintah mengurangi anggaran operasional kementerian/lembaga hingga mencapai sekitar delapan persen dari total belanja nasional tahun 2025, dengan harapan memperkuat program bantuan sosial dan pembangunan infrastruktur. Untuk itu, bagian pentingnya dari langkah efisiensi itu adalah memastikan agar perbaikan layanan publik terus berjalan.
Langkah lain yang menandai perubahan arah politik hukum adalah transformasi besar-besaran di tubuh BUMN. Pemerintah membentuk Badan Pengatur BUMN menggantikan peran Kementerian BUMN. Badan baru ini diberi mandat untuk mempercepat restrukturisasi dan memperluas akses investasi.
“Perubahan besar seperti ini harus diimbangi penguatan lembaga pengawas. Kalau pemerintah ingin BUMN jadi lokomotif pembangunan, pastikan tata kelolanya bisa diawasi. Jangan sampai efisiensi dijadikan alasan untuk menutup ruang transparansi. Negara ini sudah terlalu sering kehilangan uang rakyat karena pengawasan yang lemah,” kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, dalam konteks penegakan hukum dan tata kelola demokrasi, konsistensi terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sangatlah penting. Beberapa putusan MK, seperti mengenai pemisahan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan daerah, belum mendapat tindak lanjut legislasi yang memadai dari pihak-pihak terkait. Hal tersebut jika terus dibiarkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu stabilitas demokrasi.
“Ketika putusan MK tidak dijalankan secara konsisten, itu artinya supremasi hukum dipinggirkan oleh kompromi politik. Sikap pemerintah dan DPR terhadap putusan MK akan menjadi barometer sejauh mana supremasi hukum benar-benar dihormati,” jelas Bamsoet.
Bamsoet mengingatkan, politik hukum seharusnya menjadi sarana menguatkan kontrol publik, bukan mempersempitnya. Dalam sistem demokrasi yang sehat, setiap perubahan hukum besar, terutama yang berdampak pada ekonomi nasional dan tata kelola negara, harus melewati partisipasi masyarakat dan uji publik yang terbuka.
“Demokrasi substantif bukan diukur dari banyaknya undang-undang yang dibuat. Tetapi, dari seberapa besar rakyat punya akses untuk memengaruhi kebijakan. Kalau rakyat tidak tahu untuk apa kebijakan dibuat, maka legitimasi politiknya akan rapuh,” pungkas Bamsoet. (Kds)





