Kartel Narkoba Kolombia Mexico Jangan Sampai Masuk Indonesia

by
Memburu kartel narkoba. (Ilustrasi/Foto: Ist)

KISAH gembong Narkoba Kolombia Pablo Escobar dalam film seri “Narcos” atau raja Narkoba Mexico Joaquin “El Chapo” Guzman pasti mengerikan dan membuat bulu kuduk berdiri.

Kedua kisah nyata yang terjadi negara-negara Amerika Latin ini menjadi pelajaran yang sangat berharga dan menjadi introspeksi bagi negara lainnya termasuk Indonesia.

Sebab, jika ditelaah lebih jauh, pemerintah Kolombia dan Mexico sepertinya tak berdaya memberantas kartel-kartel narkoba seperti Medelin (Kolombia) dan Sinaloa (Mexico).

Kartel-kartel ini punya pasukan bersenjata lengkap termasuk artileri dan bisa menyusup ke aparat keamanan setempat. Bahkan, termasuk petinggi kepolisian/militer dan politik negara.

Baru-baru ini Capres Kolombia Miquel Uribe (39) tewas ditembak seorang remaja 15 tahun, saat berkampanye di ibukota Bogota bulan Juni lalu. Miquel tewas Senin (11/8) setelah menjalani pengobatan selama lebih dua bulan.

Perang antargeng narkoba di Kolombia dan Mexico sudah merupakan hal biasa di negara yang mayoritas beragama Katolik tersebut. Bahkan, tak jarang pastor atau pendeta ikut jadi korban.

Dalam perang melawan kartel narkoba pemerintah Kolombia dan Mexico yang merasa kewalahan, akhirnya meminta pemerintah federal AS untuk membantu.

Amerika Serikat mengirim aparat gabungan Drug Enforcement Agency (DEA) dan Centeral lnteligence Agency ( ClA) membantu badan anti narkoba negara-negara tersebut.

Penjaga Pantai Amerika Serikat pada Senin, 25 Agustus, menurunkan muatan 38 ton kokain dan ganja di Pelabuhan Everglades, Fort Lauderdale, Florida. Barang bukti bernilai sekitar $470 juta atau sekitar Rp7,7 triliun itu merupakan hasil operasi patroli di Samudra Pasifik bagian timur dan Laut Karibia sepanjang musim panas.

Korban Narkoba di AS

Kematian akibat narkoba merenggut 107.941 nyawa warga Amerika pada tahun 2022, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Fentanil dan opioid sintetis lainnya bertanggung jawab atas sekitar 70% kematian, sementara metamfetamin dan stimulan sintetis lainnya bertanggung jawab atas sekitar 30% kematian.

Fentanil merupakan ancaman narkoba terbesar dan paling mendesak di negara ini. Dua miligram (mg) fentanil dianggap sebagai dosis yang berpotensi fatal. Pil yang diuji di laboratorium DEA rata-rata mengandung 2,4 mg fentanil, tetapi ada yang berkisar antara 0,2 mg hingga 9 mg. Munculnya campuran fentanil yang mengandung opioid sintetik lain, seperti nitazen, atau xylazine, obat penenang hewan, telah meningkatkan bahaya yang terkait dengan fentanil.

Platform media sosial dan aplikasi terenkripsi memperluas jangkauan kartel ke setiap komunitas di Amerika Serikat dan hampir 50 negara di seluruh dunia. Para pengedar narkoba dan rekan-rekannya menggunakan teknologi untuk mengiklankan dan menjual produk mereka, menerima pembayaran, merekrut dan melatih kurir, serta mengantarkan narkoba kepada pelanggan tanpa harus bertatap muka. Era baru perdagangan narkoba digital ini telah mendorong peredaran narkoba dari jalanan Amerika dan masuk ke kantong dan dompet kita.

Kartel-kartel tersebut telah membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan perusahaan-perusahaan kimia prekursor yang berbasis di Tiongkok untuk mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan bagi produksi obat-obatan sintetis. Mereka juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi pencucian uang Tiongkok untuk mencuci hasil penjualan narkoba dan semakin banyak menggunakan mata uang kripto.

Suyudi: Perang Narkoba Untuk Kemanusian

Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia Suyudi Ario Seto, kepada jajaran pimpinan dan anggota BNN di acara silahturahim di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (28/8), menegaskan bahwa perjuangan BNN bukan sekadar penegakan hukum, melainkan sebuah perang untuk kemanusiaan.

Lebih lanjut Kepala BNN RI mengajak seluruh jajaran untuk menggelorakan semangat tersebut sebagai landasan dalam menyelamatkan generasi muda, melindungi keluarga, dan memastikan masa depan bangsa yang bersih dari narkotika.

“Kita berperang terhadap narkotika untuk kemanusiaan. Mari sama-sama Kita gelorakan semangat perang melawan narkoba bukan hanya sebatas penegakan hukum belaka namun juga menitikberatkan pada perjuangan untuk kemanusiaan,” ujarnya.

Selain itu, Kepala BNN RI menyadari medan tugas yang berat dan menantang, namun yakin dengan komitmen, kerja keras, dan doa bersama, BNN akan semakin dipercaya oleh masyarakat serta diakui di tingkat internasional. Ia optimis angka penyalahgunaan narkotika di tanah air dapat ditekan secara signifikan melalui kolaborasi yang solid.

“Perjuangan Kita masih panjang. Jalan Kita pun tidak akan selalu mulus. Namun yakinlah dengan komitmen, kerja keras dan doa yang Kita panjatkan, Saya yakin BNN akan semakin dipercaya masyarakat, semakin diperhitungkan di tingkat internasional dan yang terpenting mampu menurunkan angka penyalahgunaan narkoba secara signifikan,” imbuhnya.

Kepala BNN RI juga menekankan pentingnya kebersamaan dan kerja tim dalam mewujudkan visi tersebut. Ia mengajak seluruh anggota BNN untuk bekerja dengan hati dan saling mendukung sebagai satu tim yang kuat.

“Tidak ada Suyudi yang hebat. Yang ada adalah kekuatan kebersamaan. Untuk itu sekali lagi mari Kita bekerja dengan hati, Kita bekerja dengan tim. Insyaallah apa yang diharapkan oleh masyarakat bangsa dan negara dapat kita wujudkan,” pungkasnya.

Kepemimpinan baru pada tubuh BNN diharapkan mampu menyatukan seluruh potensi dan energi untuk bersama membangun masa depan bangsa. “War on Drugs for Humanity”, perang melawan narkoba demi kemanusiaan. (nico.k)