BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sekjen Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengatakan, tak ada ruang untuk melengserkan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden.
Hal itu dikatakan oleh Sarmuji menanggapi pernyataan sesepuh TNI yang meminta agar Gibran dilengserkan sebagai wakil presiden.
“Mengenai Pak Gibran sebagai wakil presiden, itu ada produk konstitusional dan hasil putusan MK. Jadi ruang konstitusional untuk mempersoalkan itu (melengserkan), sudah tidak ada lagi,” kata Sarmuji di Gedung DPR RI, Senin (21/4/2025).
Ia menambahkan, untuk masalah pencalonan Gibran sebagai wakil presiden, sudah melalui putusan MK.
“Saya berpendapat Gibran hasil dari produk konstitusinal dan melalui pilpres serta mekanisme panjang. Keberadaannya sebagai calon sudah melalui MK. Jadi tidak ada ruang konstitusional untuk melengserkan,” katanya.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, sesepuh TNI boleh saja berkomentar, termasuk sesepuh TNI.
“Namanya orang berpendapat, berkomentar, boleh-boleh saja. Yang penting tidak memaksakan pendapatnya sendiri,” sebutnya.
Ia mengaku heran dengan sikap sesepuh TNI yang sebenarnya mengerti dan memahami tentang konstitusi.
“Saya tidak tahu, padahal mereka memahami. Gak tau. Kan orang punya pendapat berdasarkan perspektif masing-masing. Saya tidak tahu perspektif seperti sesepuh TNI berpendapat. Tak ada himbauan apa-apa kepada sesepuh TNI, beliau-beliau sudah profesional dan ikuti secara konstitusinal saja,” ujar Sarmudji.
Sebelumnya, sesepuh TNI mengeluarkan 8 pernyataan tentang kondisi Indonesia sekarang. Salah satunya adalah meminta putra mantan Presiden RI-7, Gibran Rakabuming Raka dilengserkan.
Beberapa sesepuh TNI yang meminta Gibran lengser adalah Try Sutrisno, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
8 tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI sebagai berikut:
1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai dasar tata hukum politik dan pemerintahan.
2. Dukungan terhadap Program Kabinet Merah Putih (ASTA CITA), kecuali untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
3. Penghentian proyek strategis nasional (PSN) seperti PIK 2 dan Rempang yang dinilai merugikan rakyat dan merusak lingkungan.
4. Penolakan tenaga kerja asing asal Tiongkok, serta desakan agar seluruh TKA ilegal dipulangkan.
5. Penertiban pengelolaan tambang yang dinilai tidak sesuai dengan Pasal 33 Ayat 2 dan 3 UUD 1945.
6. Reshuffle menteri yang terindikasi korupsi, dan pemutusan hubungan dengan aparat yang masih loyal pada kepentingan Presiden RI ke-7.
7. Pengembalian fungsi Polri pada urusan KAMTIBMAS di bawah Kemendagri.
8. Penggantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka karena keputusan MK yang dinilai melanggar hukum dan etika peradilan. (Kds)