BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua DPR RI, Puan Maharani mengimbau agar masyarakat dan pihak-pihak lainnya untuk lebih cermat dalam menanggapi revisi UU TNI yang baru disahkan pekan lalu.
Puan meminta agar setiap orang membaca dengan teliti isi dari UU tersebut sebelum mengambil tindakan atau menyuarakan protes.
Hal itu disampaikannya merespons masih adanya penolakan terhadap pengesahan revisi UU TNI. Kekinian, sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang menggugat Undang-undang (UU) TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pertama, ini baru selesai disahkan, kemudian penomorannya pun baru selesai dinomorin. Jadi tolong baca dahulu secara baik-baik isinya, apakah kemudian isinya itu ada yang tidak sesuai, apakah isinya itu kemudian ada yang mencurigakan, apakah isinya itu memang tidak sesuai dengan yang diharapkan,” kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Puan mengingatkan bahwa jika setelah membaca isi UU TNI tersebut ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan atau ada hal-hal yang perlu diprotes, barulah tindakan atau protes dapat dilakukan.
Namun, ia menekankan pentingnya untuk tidak terburu-buru bertindak tanpa pemahaman yang jelas.
“Jadi kalau kemarin yang beredar itu memang tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan apa yang sudah diputuskan itu memang tidak sesuai diharapkan, barulah kemudian melakukan tindakan-tindakan yang memang harus diprotes. Namun kalau kemudian belum baca, tolong baca dahulu,” ujar Ketua DPP PDIP itu.
Puan juga menegaskan bahwa seluruh RUU yang telah disahkan, termasuk UU TNI dapat dibaca oleh publik melalui website resmi DPR, sehingga semua pihak dapat mempelajari dan memahami isinya dengan baik.
“Jadi tolong kita sama-sama menahan diri dan tolong baca kan sudah ada di website DPR dan sudah bisa dibaca di publik,” tandasnya.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Abu Rizal Biladina mengungkap alasan dibalik dilayangkannya gugatan Undang-undang (UU) TNI ke Mahkamah Konstitusi.
Diketahui terdapat sembilan Mahasiswa UI yang melayangkan gugatan kepada MK terkait UU TNI yang belum lama ini resmi disahkan oleh DPR RI.
Dimana dua di antaranya menjadi kuasa hukum dari para mahasiswa ini, termasuk Rizal sendiri.
Rizal menegaskan gugatan ini dilayangkan Mahasiswa UI karena merasa pemerintah selama ini telah kelewat batas dalam mempermainkan rakyat.
Terlebih Rizal merasa selama ini rakyat Indonesia dari berbagai lapisan telah menyuarakan aspirasinya tentang polemik RUU TNI.
Namun nyatanya berbagai aksi demonstrasi dan suara masyarakat sipil tak didengar oleh pemerintah hingga RUU TNI ini resmi disahkan menjadi UU TNI.
“Disini kami ingin menunjukkan, bahwasanya pemerintah ini sudah kelewat batas dalam mempermainkan rakyat. Mulai dari aksi dan apapun itu yang telah kita perjuangkan sebagai rakyat Indonesia dan dari berbagai lapisan masyarakat sipil tidak didengar,” kata Rizal dilansir Kompas TV, Senin (24/3/2025).
Hal inilah yang kemudian membuat sembilan Mahasiswa UI ini merasa kesal dan memutuskan untuk melayangkan gugatan UU TNI ke MK.
Rizal menuturkan, yang digugat ke MK ini adalah uji formil dari UU TNI yang telah disahkan oleh DPR.
“Sehingga hal tersebut membuat kami kesal dan kami akhirnya, sembilan mahasiswa UI termasuk dua di antaranya menjadi kuasa hukum, termasuk saya sebagai kuasa hukum dari para pemohon dan teman-teman saya, akhirnya kita mendiskusikan untuk ini di bawa ke meja MK. Jadi kita akan menggugat uji formil tersebut,” imbuh Rizal.
Sebagai informasi, DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi UU.
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat Paripurna DPR RI ke-15 Masa Persidangan II, tahun 2024-2025 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, pada Kamis (20/3/2025).
Kasus Kepala Babi
Terkait pengiriman kepala babi ke kantor Tempo, Ketua DPR Puan Maharani meminta aparat penegak hukum harus menyelidiki secara tuntas teror kepala babi dan bangkai tikus ke kantor Tempo. Menurut Puan, hal tersebut tidak pantas dilakukan dan membahayakan kebebasan pers di Indonesia.
“Jadi aparat penegak hukum harus menyelidiki dan menuntaskan hal tersebut kepada siapapun,” ujar Puan.
Puan menegaskan Indonesia adalah negara hukum sehingga jika keberatan atau protes terhadap sesuatu, maka sudah selayaknya menggunakan mekanisme dan jalur yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan. Karena itu, kata dia, jika keberatan dengan pemberitaan Tempo, maka bisa mengadu ke Dewan Pers.
“Kalau kemudian ada protes ya sampaikan ke Dewan Pers, tidak perlu melakukan hal-hal seperti itu. Jadi hal-hal yang anarkis, hal-hal yang tidak pantas sebaiknya tidak dilakukan,” tandas Puan. (Asim)