BAP DPD RI Terima Aspirasi Pensiunan BRI dan Masyarakat Adat Suku AIKA

by
Badan Akuntabilitas Publik DPD RI menerima aspirasi masyarakat terkait dana pesangon pensiunan BRI dan harapan masyarakat Suku Aika. (Foto: DPD RI)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Badan Akuntabilitas Publik DPD RI menerima aspirasi masyarakat terkait dana pesangon pensiunan BRI dan harapan masyarakat Suku Aika agar diakui sebagai suku asli di Papua Tengah serta perjuangan dalam mempertahankan hak kepemilikan atas tanah ulayatnya.

Koordinator Paguyuban Pensiunan BRI, Karmila mengatakan pihaknya menghadapi tantangan serius dalam memperjuangkan hak normatif pensiunan BRI, dimana pihak Direksi BRI belum membayarkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 167.

“Direksi justru berpedoman pada SK Direksi No. 27 Tahun 2005 tentang pedoman PHK yang berbunyi PHK karena memasuki masa pensiun tidak diberikan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak,” jelas Karmila, Rabu (26/2/2025)

Ketua BAP DPD RI, Abdul Hakim mengatakan BAP DPD RI akan berupaya untuk menghadirkan BRI bersamaan dengan Paguyuban Pensiunan BRI, agar kedua pihak dapat berdiskusi secara langsung terkait permasalahan yang ada.

“Dengan demikian akan bisa kita dapatkan jalan keluar atas aspirasi yang disampaikan para pensiunan BRI. Kita juga dapat mengetahui apa kendala dari pihak direksi sehingga masalah ini belum juga terselesaikan,” jelasnya.

Selain menerima Paguyuban Pensiunan BRI, BAP DPD RI juga menerima aspirasi dari Masyarakat Adat Suku Aika yang meminta perlindungan hukum karena adanya pelanggaran HAM berupa perbuatan tindak pidana terkait pengelolaan usaha pertambangan di Erstberg dan Freeport, dimana terjadi pelepasan hak kepemilikan atas tanah ulayat milik Suku Aika.

“Dokumen kepemilikan Suku Aika sudah dicocokkan dengan dokumen yang dipegang Pemerintah Amerika Serikat, sudah benar Suku Aika adalah suku pemilik hak ulayat atas tanah yang menjadi wilayah pertambangan PT. Freeport Indonesia. Bukti kepemilikan ini sah secara internasional. Yang jadi masalah, PT. Freeport melakukan kesepakatan dengan Lemasa dan Lemasko, yang bukan pemilik hak ulayat sebenarnya dengan mengatakan bahwa Suku Aika tidak ada,” jelas Ketua Lembaga Ulayat Aika, Mombiot Yoseph Akoha.

Menanggapi hak itu, Abdul Hakim mengatakan BAP DPD RI memahami harapan dari masyarakat adat Suku Aika. Abdul Hakim menilai perlu melakukan pendekatan ke pemerintah daerah supaya eksistensi dari Suku Aika dapat diakui di tanah Papua. Selain itu kami juga akan melakukan upaya advokasi kepada pihak-pihak terkait di tingkat pusat.

Anggota BAP DPD RI asal Sumatera Utara, Pdt. Penrad Siagian menilai saat ini sudah banyak dijumpai adanya upaya penghilangan suku-suku asli, karena alasan bisnis atau adanya kepentingan lain, hal ini terjadi tidak hanya di Indonesia saja. Terkait suku Aika, Penrad mengatakan perlu adanya skema dalam memperkenalkan kehadiran suku Aika sebagai suku asli di Papua Tengah. Sehingga, pemerintah daerah dan pusat dapat mengakui keberadaan suku Aika dan memberikan hak-hak termasuk kepemilikan hak atas tanah ulayat milik Suku Aika.

“Ada yurisprudensi terhadap penghilangan suku-suku di dunia, itu sudah hal yang jamak. Memang ini tidak mudah, tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Apalagi ada peran negara dalam menghilangkan identitas Suku Aika. Untuk itu perlu melakukan pendekatan mulai dari daerah, bagaimana rekognisi terjadi, pengakuan atas kehadiran masyarakat suku Aika, yang sudah ditimbun dalam kebijakan lokal. Selama Suku Aika tidak dianggap hadir dalam skala nasional, maka perjuangan ini ibarat alas yang tidak memadai,” jelasnya. (Kds)