BERITABUANA.CO, JAKARTA — Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas menegaskan, pemerintah Indonesia tidak ada maksud untuk serta merta membebaskan pelaku tindak pidana, termasuk koruptor tanpa syarat.
“Yang harus dimengerti adalah pemerintah tidak bermaksud menggunakan amnesti, grasi, abolisi, untuk sekadar membebaskan para pelaku tindak pidana. Sama sekali tidak,” ujar Supratman dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (28/12/2024), di Jakarta.
Dijelaskan Supratman, bahwa sistem hukum Indonesia memungkinkan adanya mekanisme pengampunan terhadap pelaku tindak pidana apa pun. Namun, tidak berarti pemerintah (Presiden) akan memberikan pengampunan tanpa prosedur persyaratan sebagaimana yang ditetapkan secara hukum.
Menurutnya, berdasarkan pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Contoh lainnya adalah dalam Pasal 53 Undang-undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.
“Sebagai perbandingan, kami memberikan contoh bahwa memang Undang-undang yang ada di Indonesia mengatur pemberian pengampunan. Tapi sekali lagi, tidak serta merta dilakukan untuk membebaskan pelaku tindak pidana, apalagi koruptor,” jelas Menkum Supratman.
Terkait dengan hal yang sedang ramai saat ini, pemerintah pernah menggunakan mekanisme pengampunan atas tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian atau keuangan negara, yaitu dalam bentuk tax amnesty atau pengampunan pajak yang telah dilakukan sebanyak dua kali.
Supratman juga mengatakan, bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan tentang mekanisme pengampunan kepada pelaku tindak pidana. Kabinet kerja masih menunggu arahan selanjutnya dari Presiden Prabowo.
“Kita butuh regulasi terkait amnesti, grasi, dan abolisi untuk mengatur mekanisme pemberian pengampunan tersebut. Untuk itu, kita masih menunggu arahan dari Bapak Presiden Prabowo,” ujarnya.
Menteri Hukum menegaskan, bahwa Presiden dalam menjalankan kewenangan yang diatur konstitusi tentu saja tidak melanggar pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Karena Presiden pasti memberikan amnesti, grasi, abolisi, atau metode pengampunan apa pun akan mengikuti aturan teknis yang berlaku.
Sementara itu Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kakanwil Kum) Kalimantan Tengah, Maju Amintas Siburian juga memberikan pandangannya terhadap isu yag berkembang di masyarakat terkait pemberian amnesti para pelaku tindak pidana korupsi tersebut.
Menurutnya, pemerintah auudah pasti akan menjalankan kewenangannya berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
“Proses pemberian amnesti atau grasi bukanlah keputusan yang diambil secara sembarangan. Perlu dipahami betul pentingnya keadilan dan penegakan hukum bagi masyarakat. Oleh karena itu, setiap keputusan yang diambil akan didasarkan pada pertimbangan yang mendalam dan penuh kehati-hatian,” tandasnya. Oisa