BERITABUANA.CO, JAKARTA – Upaya Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap), mendapat perhatian publik.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Muhamad Sarmuji, misalnya. Meski target tersebut sangat ambisius, hal itu bukan sesuatu yang mustahil jika dibarengi dengan kebijakan yang tepat.
Dalam sebuah diskusi yang bertajuk ‘Mencari Cara Ekonomi Tumbuh Tinggi’, Sarmuji menekankan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bisa hanya bergantung pada kapasitas fiskal yang terbatas.
Ia menyebut, ada dua kendala utama dalam mengandalkan fiskal. Pertama, ruang fiskal yang semakin sempit akibat alokasi biaya rutin, serta bunga utang yang terus membengkak.
Kedua, selama satu dekade terakhir, penerimaan negara baru bisa tercapai apabila harga komoditas global mengalami lonjakan, yang berujung pada peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sementara penerimaan pajak sendiri belum cukup untuk menopang kebutuhan belanja negara.
“Jika kita hanya mengandalkan kapasitas fiskal, pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai. Karena itu, kita perlu mengoptimalkan kebijakan moneter yang tepat tanpa mengorbankan independensi Bank Indonesia,” kata Sarmuji, di Fraksi Partai Golkar, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (19/11/2024).
Sarmuji juga mengusulkan penerapan kembali Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang pernah efektif pada era 1988-1995, dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian. KLBI, sebut Sarmuji, jika diarahkan secara disiplin pada sektor-sektor ekonomi yang padat karya, dapat menjadi instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan.
Ia berpandangan, kebijakan ini sejalan dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), yang memberi mandat kepada Bank Indonesia untuk mengelola likuiditas guna mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Sarmuji menekankan pentingnya pengelolaan likuiditas yang terfokus pada tujuh pilar utama makroekonomi: investasi, infrastruktur yang terintegrasi, ketahanan pangan dan energi, hilirisasi, sektor perumahan, produktivitas pertanian, dan industrialisasi manufaktur.
Sekertaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar ini pun menegaskan, agar kebijakan moneter memberikan dampak signifikan, likuiditas harus diarahkan pada sektor yang berpotensi memberikan harga kompetitif dan dapat dijangkau oleh daya beli masyarakat.
Salah satu sektor yang menjadi perhatian Sarmuji adalah hilirisasi, yang dinilai sebagai mesin pertumbuhan baru bagi Indonesia. Namun, sektor ini, menurutnya, belum mendapatkan dukungan pembiayaan yang memadai dari perbankan domestik.
“Tanpa dukungan likuiditas yang cukup, hilirisasi hanya akan menjadi wacana, bukan program yang bisa diimplementasikan dengan baik,” bebernya.
“Karena itu, pentingnya sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang lebih terintegrasi agar Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah,” pungkasnya. (Jal)