Perlu Amandemen ke V untuk Perbaiki dan Kembalikan Marwah UUD 1945

by
Grafis

Oleh: Agus Widjajanto

DALAM berita nasional, diberitakan beberapa bulan yang lalu bahwa Ketua MPR RI Bambang Soesetyo telah bertemu Prof. Amin Rais di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, yang dihadiri beberapa pimpinan dan anggota MPR RI, seperti Fadel Muhammad dan lainnya. Menariknya dalam pertemuan tersebut, Amin Rais selaku motor penggerak dari pada Reformasi -yang menumbangkan kekuasaan Orde Baru-, mengaku terlalu naif, sembrono dan terlampau bersemangat atas euroforia Reformasi, hingga saat 1998 mengambil keputusan menggulirkan Reformasi dengan melakukan amandemen hingga ke IV kali, yang memang saat itu Amin Rais sebagai ketua MPR RI, yang secara terbuka meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.

Akan tetapi ekses dari keputusan pada tahun 1998 silam, telah meresidu segala lini kehidupan berbangsa dan bernegara yang pada akhirnya membawa bangsa ini dalam situasi keblablasan dalam segala bidang kehidupan, buntut dirubahnya format Hukum Dasar yakni UUD 1945 termasuk presiden bukan lagi harus orang Indonesia asli dan bukan lagi Mandataris MPR RI, akan tetapi dililih langsung oleh rakyat. Sejarah mencatat bahwa UUD 1945 sudah mengalami perubahan melalui proses amandemen sebanyak empat kali. Yang menurut para elit politik saat itu bertujuan untuk menyempurnakan aturan aturan dasar negara seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, yang harus sesuai dengan sebuah negara demokrasi modern ala Eropa dan Amerika Serikat.

Para elit politik lupa bahwa sejak Indonesia berdiri, dan didirikan oleh para bapak pendiri bangsa (the Founding Father’s) walaupun ide terbentuknya sistem presidential adalah meniru dari sistem presidential Amerika Serikat saat itu, akan tetapi para pendiri bangsa membangun sistem ketatanegaraan tetap berdasar pada nilai-nilai luhur sesuai adat dan tata kehidupan bangsa Indonesia, yang oleh Mr. Soepomo dibentuk seperti sebuah pemerintahan desa adat dalam lingkup Nasional/Negara, yang dalam mengambil keputusan berdasarkan musyawarah mufakat, yang saat itu dibentuklah oleh Panitia 9 dalam PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai oleh Ir. Soekarno, dibentuklah untuk syarat adanya sebuah negara setelah diproklamirkan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, yang merupakan proklamasi merdekanya sebuah bangsa, yakni adanya suatu wilayah yang saat itu jelas bekas jajahan Hindia Belanda, adanya penduduk, yang saat itu pada tahun 1945 berjumlah hampir 35 juta rakyat dan adanya Dasar Negara dan Hukum Dasar (kontitusi tertulis) untuk mengatur tata kehidupan dalam bernegara, dimana antar Dasar Negara dengan Hukum Dasar, baik preambule maupun isi harus sejalan dengan Dasar Negara yang merupakan dwi tunggal (dua, tapi sejatinya satu yang tidak bisa dipisahkan).

Dan ini bisa dilihat dari Sila ke empat dari Pancasila (sebagai hukum dasar) negara yang berbunyi: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwalian” dan Sila ke empat dari Pancasila ini konekting dengan Pasal 1 ayat (2) dari UUD 1945 yang berbunyi: “kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan sepenuhnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Oleh karena saking dipengaruhi semangat meniru atau terbius untuk melakukan Reformasi dan mengakhiri kekuasaan dari Orde Baru saat itu yang dianggap KKN dengan memanfaatkan situasi terjadinya resesi ekonomi atas permainan negara-negara adi daya dan Eropa untuk menguasai dan mengendalikan ekonomi negara dunia ketiga, dimana para elit politik lupa bahwa antara Pancasila dan UUD 1945 tidak bisa dipisahkan dan merupakan satu kesatuan atau dwi tunggal, maka dengan melakukan amandemen UUD 1945 hingga ke empat kali, akan tetapi tidak merubah bunyi dari Dasar Negara Pancasila, maka seperti yang kita lihat dan rasakan saat ini terjadi kepincangan dalam sistem Ketatanegaraan kita sejak Reformasi bergulir hingga saat ini.

Untuk itu, saat ini yang paling utama dan paling krusial yang harus diambil keputusan segera dalam membangun kembali ketatanegaraan negara kita adalah segera melakukan amandemen terbatas yang ke V untuk mengembalikan marwah dan ruh nya ke-Indonesiaan, baik terhadap UUD 1945 maupun Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, ada beberapa pasal krusial yang sepatutnya untuk dikembalikan pada kedudukan semula sesuai format dari UUD 1945 yang lama adalah sebagai berikut:
1. Kembalikan lagi rumusan Pasal 1 ayat (2) lama: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat RI” ;
2. ⁠Kembalikan lagi rumusan pasal (yang lama) tentang MPR RI dengan kewengannya ;
3. ⁠Bubarkan Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI (karena dalam pasal lama tentang MPR RI, sudah disebut “Utusan Daerah”). Dengan demikian, UUD 1945 menganut Sistem Perwakilan Unicameral (satu badan perwakilan yang disebut dengan MPR RI) ;
4. ⁠Bangun sistem kepartaian Dwi Partai (Be Party System) yang digolongkan dalam partai nasionalis dan partai agama, dimana semua partai-partai politik melakukan fusi melebur sesuai dengan latar belakang dari AD/ART partai-partai tersebut ;
5. ⁠Bangun sistem Pemilu dengan Sistem Distrik ;
6. Kembalikan aturan presiden harus orang Indonesia asli, dimana kita harus belajar dari latar belakang emosional dari para pendiri bangsa bahwa saat pemerintahan Hindia Belanda, masyarakat dibagi dalam kasta-kasta, dan justru Orang Asli Indonesia disebut Bumi Putera dan
7 ⁠Pertegas kembali Sistem Pemerintahan Presidensiil, dengan mengembalikan lagi kewenangan Presiden yang di kooptasi oleh DPR RI, seperti original power pembentukan Undang-Undang kekuasaan ada pada Presiden dan DPR RI hanya menyetujui atau menolak, bahwa hak prerogatif Presiden dalam pengangkatan pejabat setingkat menteri, seperti Kapolri, Jaksa Agung, dan pimpinan lembaga non kementerian, rekruitment Hakim Agung, Komisi Yudisial, Anggota BPK, dan lainnya tidak lagi melibatkan DPR RI melalui mekanisme fit ‘n proper test.

Hal itu sangat urgen untuk dilakukan dan sangat penting, serta mendesak dilakukan oleh pemerintahan yang baru, dengan tujuan:

1. Mewujudkan stabilitas pemerintahan ;
2. Menjamin kelangsungan Demokrasi Pancasila ;
3. Menjaga keutuhan Bangsa dan NKRI ;
4. Mengurangi beban negara buat cost partai politik yang justru menimbulkan kegaduhan .
5. Mencegah praktek-praktek korupsi dengan transaksional para partai politik dengan pejabat publik.

Atas permintaan dan masukan berbagai pihak agar mengembalikan UUD 1945 secara murni dan konsekuen secara total, sangat sulit dilakukan setelah bergulir sekian puluh tahun yang mana sudah banyak sekali lembaga baru seperti Mahkamah Kontitusi, maka yang paling rasional dan paling terbaik dilakukan adalah dengan Amandemen Terbatas melalui amandemen ke V, terhadap UUD 1945 agar bisa konek dan singkron dengan sila-sila dari Pancasila, khususnya Sila ke IV dari Pancasila menyangkut sistem aturan kerakyatan dalam perwakilan.

* Penulis adalah Pemerhati Sosial, Budaya, Politik, Hukum dan Sejarah Bangsanya.