Kolombia Bukan “Songong”!

by

KOLOMBIA, memang kurang “sopan”. Negeri yang pernah memiliki kiper ‘unik’ Rene Higuita ini, telah menggagalkan ‘napak tilas ‘1902’, antara Argentina versus Uruguay. Di awal abad ke-20 inilah pertemuan pertama, dari 197 ‘match’ antara kedua tim yang sama-sama banyak, melahirkan “seniman bola” kelas atas. Seperti: Mario Kempes (Argentina), Diego Maradona (Argentina), Carlos Valderama (Kolombia), Faustino Asprilla (Kolombia).

Uruguay, yang dijagokan bakal melangkah ke final, cukup tersentak dengan kalah 0-1 di semifinal. Padahal, sejarah sepakbola Uruguay, terlalu besar bila dikomparasikan dengan Kolombia. Uruguay, peraih 15 trofi “Copa America”, kalah gemilang saat bertemu dengan peraih sekali juara “Copa America” (2001). Peluang yang cukup banyak, gagal dijadikan gol oleh Tim berjuluk “Le Celeste” (Biru Langit) ini. Posisi menang Uruguay, kemudian berbalik menjadi kalah. Apes!

Niccolo Machiavelly (filsuf politik dan negarawan ‘renaisans’ Italia), pernah mensitir satu ungkapan yang sangat terkenal. “Orang bijak, harus selalu mengikuti jalan yang dilalui orang hebat”. Sejarah sepak bola, pun begitu. Hector Scarone (1920-1930), Diego Forlan (2010), Alvaro Recoba (1995-2007), Edinson Cavani (2005-2013), Luiz Suarez (sekarang). Adalah pemain-pemain hebat yang pernah dimiliki oleh Uruguay. Sesungguhnya, mereka adalah “suri tauladan” bagi sepakbola Uruguay.

Masa lalu Uruguay, terlihat gamblang dan akurat. Historical Timnas Uruguay yang dikalahkan Tim berjuluk “Los Caffeteros” kali ini, sesungguhnya jauh melebihi kapasitas Kolombia. Dua kali juara Dunia, mengalahkan Argentina 4-2 di partai final (1930). Lalu menjungkalkan Brasil 2-1 di final (1950). Ditambah 15 kali juara “Copa America” (1916, 1917, 1920, 1923, 1924, 1926, 1935, 1942, 1956, 1959, 1967, 1983, 1987, 1995, 2011), adalah satu catatan dengan “tinta tebal”, bagi publik pencinta sepakbola dunia.
Kekalahan Uruguay atas Kolombia, disamping telah “merusak” rencana “el clasico” yang ‘maha’ klasik.

Antara Argentina dan Uruguay di partai pamungkas, juga telah menggagalkan pertemuan senior-yunior mantan pemain Argentina: Marcello Bielsa (pelatih Uruguay) dengan Lionel Scaloni (Pelatih Timnas Argentina).

Namun demikian, walau tanpa Marcello Bielsa, Lionel Scaloni, pun tetap akan berhadapan dengan pelatih asal Argentina lainnya. Nestor Lorenzo, sang pelatih Timnas Kolombia, adalah juga berasal dari Argentina. Keduanya, baik Lorenzo maupun Scaloni adalah murid mantan pelatih Argentina Jose Pekerman.

Seandainya “dream finale” jadi terwujud. Seandainya tendangan pojok “old crack” James Rodriguez tak dimanfaatkan menjadi gol oleh yunior-nya Jefferson Lerma (Kolombia). Pertemuan antara Uruguay dan Argentina di final “Copa America”, pasti terwujud.

Memperebutkan gelar ke-16, dalam posisi yang sama, tentu atmospher-nya “Agak Laen”. Baik, Uruguay maupun Argentina, telah sama-sama menjuarai Copa America sebanyak 15 kali. Sementara Kolombia, baru sekali juara (2001).

Di awal tulisan ini, saya sengaja menulis agak “sarkastis”, dengan memilih diksi “kurang sopan”. Itu adalah gambaran, bahwa Uruguay sedari mula, memang sudah dijagokan dan diharapkan untuk maju ke final.

Dengan bintang-bintang Uruguay di Copa America kali ini: Luis Suarez, Darwin Nunez, Brian Rodriguez, Jose Gimenez, Brian Ocampo, dkk. Tentu pertandingannya akan sangat menarik.

Uruguay yang merdeka dari Spanyol tahun 1825, dan dapat pengakuan tahun 1830. Memiliki penduduk 3,4 juta jiwa lebih, dengan luas 176.215 kilometer persegi, sangat berjasa dalam merintis dan mengembangkan sepakbola dunia. Itu terlihat, diselenggarakannya Piala Dunia pertama kali, di Kota Montevideo (Ibukota Uruguay).
Meskipun Uruguay dijagokan, lalu kalah tipis dari Kolombia di semifinal.

Spirit olahraga negara-negara Amerika Selatan (Conmebol), yang kali ini mengundang negara zona Amerika Tengah (Concacaf), tetap akan terjaga. Seperti kata penulis dan novelis Mark Twain. “Spirit memiliki kekuatan dan daya tahan, 50 kali lipat, daripada urat dan otot”.

Final sepakbola negara Amerika Selatan, akan berlangsung Senin (15 Juli pagi, pukul 07.00). Sang juara bertahan (2021). Akan bertarung dengan Kolombia, negara penghasil 11, 5 juta kantong kopi setiap tahun. Salah satu produsen kopi terbesar di dunia.

Walau pepatah Melayu lama menyebut. “Kail Sejengkal, Janganlah Menduga dalam Lautan”. Meskipun dari statistik Kolombia baru sekali menjuarai “Copa America”. Dan, bermimpi untuk mengukir sejarah kedua.

Sekalipun Argentina sudah tiga kali juara dunia (1978, 1986, 2022) dan 15 kali juara “Copa America”. Belum tentu “Dewi Fortuna” akan berpihak kepada negara “Tango” ini.
Pun, pelatih Kolombia Nestor Lorenzo (saat ini), bukanlah sosok sembarangan. Anggota skuad Timnas Argentina saat final “World Cup” 1990 tersebut, adalah pilihan utama pelatih pembawa Argentina juara dunia 1986 (Carlos Billardo). Seangkatan dengan punggawa 1990: Claudio Cannigia, Sergio Batista, Jorge Burrucchaga, Nery Pumpido, Diego Maradona, dan Ricardo Giusti, saat Argentina kalah 1-2 (dari Jerman) di final Piala Dunia 1990, Nestor Lorenzo adalah “ahli strategi”.

Sekiranya Kolombia mampu mengalahkan Argentina yang diperkuat para bintang: Lionel Messi, Emiliano Martinez, Julian Alvarez, Janganlah menganggap Kolombia berlaku “songong” terhadap sang “jagoan”, Argentina. Jangan juga katakan, “Belum cukup ilmu, sudah berani menang”. Kejutan Kolombia, pasti ditunggu pencinta sepakbola.

*Sabpri Piliang* – (Wartawan senior dan Penyuka sepakbola