Menteri Bahlil Bilang Pengelolaan Tambang Oleh Ormas Keagamaan Tak Perlu Spesifikasi, Mulyanto: Pernyataan Ngawur

by
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto. (Foto: Dokumentasi Pemberitaan DPR)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (Meninves/BKPM), Bahlil Lahaladia yang mengatakan pengelolaan tambang oleh organisasi masyarakat (ormas) keagamaan tidak perlu spesialiasi, namun cukup diserahkan kepada kontraktor seperti perusahaan-perusahaan tambang yang ada sekarang, menuai kritik pedas Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI, Mulyanto.

“Logika yang dinyatakan Bahlil tersebut ngawur dan berpotensi menabrak aturan yang ada. Pernyataannya ini sebentuk kerancuan yang parah dalam pengelolaan negara,” kata Mulyanto kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/6/2024).

Harusnya, menurut Mulyanto, kalau ada yang tidak beres di tataran implementasi pertambangan itu, diperbaiki oleh pemerintah. Bukan menjadi justifikasi untuk direplikasi dan diperbanyak.

“Kalau ini dilakukan kerusakannya akan semakin meluas,” kata politisi PKS tersebut.

Dia menyebutkan, kaidah good governance sudah mengatur tugas dan fungsi masing-masing sektor dalam mengelola negara, baik sektor publik-pemerintah, sektor ekonomi, maupun sektor kemasyarakatan. Kalau fungsi tiga sektor negara ini tumpang tindih maka makin semrawutlah pengelolaan negara.

“Bayangkan saja kalau TNI atau Polisi secara kelembagaan ikut cawe-cawe di dunia tambang. Atau Kementerian tertentu ikut bisnis tambang. Kalau ini terjadi dapat diperkirakan urusan tambang akan semakin amburadul. Menegakkan pengawasan tambang ilegal yang dibeking aparat saja belum bisa dituntaskan, masak mau nambah masalah baru dengan mengizinkan ormas secara kelembagaan mengelola tambang,” imbuhnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP 96/2021 soal pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba). Dalam aturan itu memungkinkan organisasi masyarakat keagamaan mengelola tambang batu bara. ***