Yusril Ihza Mahendra: Jika Revisi UU Kementerian Negara Disahkan, Kabinet 100 Menteri Era Presiden Soekarno Tak Terulang Lagi

by
Yusril Ihza Mahendra. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Mantan Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jika nantinya Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara disahkan DPR RI, maka Kabinet 100 Menteri yang pernah dibentuk Presiden pertama RI, Ir. Soekarno tak akan lagi berulang.

“Dalam draft Revisi UU 39/2008, ketentuan yang membatasi jumlah kementerian sebanyak 34 dihapus dan diganti menjadi sesuai kebutuhan presiden,” kata Yusril kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/5/2024).

Seperti diketahui, Kabinet 100 Menteri merujuk pada Kabinet Dwikora II yang dibentuk Presiden Soekarno pada 24 Februari 1966, itu terdiri atas 100 lebih menteri dan pembantu presiden setingkat menteri yang masa tugasnya hanya kurang lebih sebulan, mengingat masa kerja kabinet itu berakhir pada 28 Maret 1966.

Melanjutkan pernyataanya, Yusril menilai presiden terpilih Prabowo Subianto akan bijak menyusun kabinet, meskipun nantinya memiliki kewenangan penuh menambah jumlah kementerian jika revisi UU itu disahkan dan berlaku.

“Tentu presiden akan dengan bijak (menyusun kabinet), tidak mungkin akan membentuk Kabinet 100 Menteri, misalnya, tetapi yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan. Saya yakin Pak Prabowo bijak,” tutur eks Meneteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) tersebut.

Karenanya, Yusril dengan tegas mendukung Revisi UU Kementerian Negara. Menurut dia, undang-undang seharusnya tidak membatasi jumlah kementerian karena kewenangan untuk menambah, mengurangi, menggabungkan, sampai memisahkan kementerian merupakan prerogatif presiden.

“Sebab pembatasan jumlah kementerian maksimal 34 itu menyulitkan presiden untuk mewujudkan program-programnya. Sekiranya presiden menganggap perlu menangani suatu kementerian khusus, misalnya dalam menangani bidang-bidang tertentu yang selama ini tidak ada, lalu mau tidak mau presiden tidak bisa melantik menteri itu,” urainya lagi.

Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 itu meyakini presiden harus punya kebebasan dalam menyusun kabinetnya, termasuk untuk menambah jumlah kementerian. Seorang presiden, kata dia, tentu punya pertimbangan saat ingin mengubah nomenklatur kementerian karena pasti mempertimbangkan prosesnya yang panjang.

“Pengalaman saya di waktu-waktu yang lalu menggabungkan dua kementerian atau memisahkan satu kementerian jadi dua itu tidak sederhana,” ungkapnya.

Yusril menceritakan prosesnya dapat berlangsung sampai enam bulan karena juga menyangkut urusan-urusan administratif dan teknis. Salah satunya, seperti mengubah kop, stempel, emblem, dan penanda-penanda lainnya di tingkat pusat sampai ke kantor perwakilan di daerah-daerah.

“Namanya kementerian berubah itu mulai dari papan nama, stempel, kop surat, baju, itu semua berganti, dari pusat sampai daerah, dan saya harus mengganti pegawai penjara, pegawai Imigrasi itu semua bajunya, badge-nya, ganti semua, cap-nya harus ganti semua. Ngurusin itu saja 6 bulan baru selesai. Jadi kapan mau bekerja,” bebernya.

Terkait hal itu, dia yakin jika aturan yang membatasi jumlah kementerian itu sah dicabut, presiden terpilih akan bijak dengan tak membuat banyak perubahan dalam menyusun kabinet dan mengubah format ataupun nomenklatur kementerian.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Kamis (16/5/2024) menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara untuk menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

Hasil kesepakatan itu masih akan dibawa ke Sidang Paripurna, untuk disepakati sebagai RUU inisiatif DPR RI. Kemudian, tahapan berikutnya Pimpinan DPR RI bakal menyampaikan draf RUU itu ke presiden.

Presiden kemudian mengirim surat presiden (Supres) ke DPR RI yang memuat, antara lain wakil pemerintah yang ditunjuk untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU itu bersama DPR RI.

Selainjutnya, pemerintah dan DPR RI membahas DIM dalam Pembicaraan Tingkat 1 dalam Rapat Baleg/Komisi/Gabungan Komisi dan di Tingkat 2 Pengambilan Keputusan dalam Sidang Paripurna. Jika RUU itu disepakati untuk disahkan, Pimpinan DPR RI menyerahkan RUU tersebut ke presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. (Ery)