Kasus Korupsi Kementan, KPK Diminta Serius Telusuri Aliran Uang untuk Oknum BPK

by
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Foto:Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian(Mentan) SYL ternyata melibatkan banyak pihak. Bahkan muncul nama auditor dan Anggota IV BPK Haerul Saleh yang dikaitkan dengan dugaan suap Rp12 Miliar untuk penerbitan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

“Praktek oknum BPK yang diduga meminta uang pelicin untuk opini WTP itu termasuk gratifikasi dan ini termasuk kejahatan besar,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/5/2024).

Oleh karena itu, kata Roy Salam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh main-main dan harus menelusuri dugaan aliran dana suap tersebut. “Harus segera memeriksa oknum pejabat BPK yang bersangkutan. Karena memang diduga praktek gratifikasi terkait hasil audit BPK sudah sering terjadi, bukan hanya pada auditor lapangan, namun sudah masuk pada level pimpinan BPK,” ujarnya.

Seharusnya BPK, lanjut Roy, bisa belajar dari kasus yang menjerat Anggota III BPK Achsanul Qosasih terkait suap proyek BTS. “Nah, kalau dugaan suap WTP Kementan ini terjadi lagi, maka oknum BPK itu tidak amanah mengelola uang rakyat. Dengan begitu, tidak ada lagi lembaga yang bisa menggaransi pengelolaan APBD dan APBN,” terang peneliti kebijakan publik.

Ditanya soal peran Majelis Kehormatan Kode Etik BPK agar memeriksa oknum pejabat itu, Roy mengatakan jangan terlalu berharap dengan peran lembaga tersebut. “Majelis kode etik ini tidak berfungsi maksimal, karena sifatnya hanya kumpulan anggota majelis yang didominasi pimpinan, apalagi mereka juga bagian kolega. Pengalaman kita selama ini, bahwa sifatnya Majelis Etik hanya menunggu. Jadi tidak mungkin pro aktif, nah saat kita melaporkan oknum BPK, kita juga yang harus aktif mencari bukti-bukti,” jelas pegiat anti korupsi.

Lebih jauh Roy mendesak agar Revisi UU BPK harus segera diselesaikan. Namun sayangnya, usulan Revisi UU tersebut selalu mentok di DPR.
“Terus terang, selama pandemi banyak tata kelola keuangan negara menjadi carut marut. Ini memang bagian kelemahan BPK. Nah, dengan revisi UU BPK, diharapkan menjadi lebih kuat,” pungkasnya. (Asim)