KNKT Rilis Kronologi Tiga Kecelakaan KA, Empat Orang Meninggal 37 Luka-Luka

by
Ketika KNKT, Surjanto Tjahjono (ketiga dari kiri) bersama jajarannya saat media rilis KNKT tentang kronologis tiga kecelakaan kereta api. (Yus)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan Media Rilis terkait terjadinya tiga kecelakaan kereta api (KA) yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia 37 luka-luka.

Ketua KNKT, Surjanto Tjahjono dalam Media Rilis KNKT “Laporan Akhir Hasil Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian” di Jakarta, Jumat (16/2) mengungkapkan KNKT telah menyelesaikan laporan akhir investigasi ketiga kecelakaan tersebut, diantaranya kasus tabrakan KA Bandung Raya (kereta api penumpang) yang diberangkatkan dari stasiun Padalarang tujuan stasiun Cicalengka dengan KA Turangga (kereta api penumpang) yang diberangkatkan dari Stasiun Banjar dengan tujuan Stasiun Bandung) di KM 181+700 petak jalan St.Cicalengka – St.Haurpugur.

Begitu pala kecelakaan pada 14 Januari 2024, terjadi kecelakaan anjloknya KA 75A (Pandalungan) di emplasemen Stasiun Tanggulangin, Daop 8 Surabaya. Insiden ini tidak menimbulkan korban jiwa namun kerugian kerusakan prasarana kereta api. Serta anjloknya KA ARGOSEMERU di Petak Jalan Sentolo-Wates, Daop 6 Yogyakarta, dan juga tidak menimbulkan jiwa, cuma kerusakan prasarana kereta api.

Untuk diketahui, jelas Surjanto, akibat kecelakaan tabrakan tersebut sebanyak 4 orang meninggal dunia dan 37 orang mengalami Iuka-Iuka. Kronologi kecelakaan berawal saat KA 350 CL Bandung Raya berangkat dari St. Rancaekek menuju St. Haurpugur pada pukul 05.41 WIB 5 Januari 2024. Pada pukul 05.46 WIB, terdapat KA 65A Turangga melintas langsung St.Nagreg menuju St.Cicalengka. Pada pukul 05.51 WIB, KA 350 CL Bandung Raya datang dan berhenti di Jalur Il St.Haurpugur dan kemudian diberangkatkan kembali pukul 05.56 WIB ke St.Cicalengka. Pukul 05.59 WIB, KA 65A Turangga melintas langsung St.Cicalengka menuju St. Haurpugur. Sehingga terjadi tabrakan antara KA Bandung Raya dengan KA 65A Turangga di KM 181+700 petakjalan St. Cicalengka-St. Haurpugur.

Dikatakan, berdasarkan rekaman event data logger persinyalan elektrik St. Haurpugur, saat sebelum kecelakaan muncul uncommanded signal berupa pemberian “blok aman” ke arah St. Cicalengka saat sedang berlangsung proses pemberian “warta masuk” KA 121 Malabar di St. Haurpugur dari arah St. Cicalengka. Uncommanded signal tersebut terproses oleh persinyalan elektrik St. Haurpugur kemudian ditampilkan pada layar monitor St. Haurpugur berupa tanda panah kuning ke arah St. Cicalengka yang mengindikasikan bahwa petak jalan ke arah St. Cicalengka aman untuk dilalui KA.

,”Uncommanded signal tersebut merupakan efek transien tegangan dengan amplitudo sangat tinggi dalam waktu sangat singkat saat operasi pensaklaran relay sistem interface St. Cicalengka saat proses menerima signal dari St. Haurpugur. Efek ini kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi pengkabelan serta grounding sistem interface dan peralatan persinyalan blok mekanik St. Cicalengka,” tutur Surjanto.

Lanjutnya lagi, setelah St. Haurpugur mengirim sinyal “warta lepas” (info berangkat) KA Bandung Raya ke St. Cicalengka, indikator blok mekanik St. Cicalengka berubah menunjukkan “Blok Ke HRP” berwarna putih yang mengindikasikan bahwa petak jalan ke arah St. Haurpugur aman untuk dilalui KA. Hal tersebut terjadi karena peralatan blok mekanik bekerja selalu berdasarkan sequence pelayanan dan tidak dapat mengakomodir jika terjadi perbedaan sequence pelayanan info blok yang sudah terjadi sebelumnya. Indikasi aman ”Blok Ke HRP” berwarna putih ini menjadi acuan PPKA St. Cicalengka untuk melayani KA Turangga berjalan langsung ke arah St. Haurpugur.

Surjanto menyebutkan, investigasi tidak menemukan prosedur pelayanan KA yang spesifik terkait hubungan persinyalan blok elektrik – mekanik. Prosedur pelayanan KA yang tertuang di dalam prosedur masing-masing stasiun tidak mengakomodir komunikasi antara persinyalan blok elektrik dengan mekanik. Hal ini juga dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan masing-masing stasiun.

Menurutnya, anomali berupa uncommended signal serupa telah terjadi beberapa kali sejak bulan Agustus 2023. Kondisi tersebut di-reset agar pelayanan KA dapat dilakukan kembali. Anomali tersebut tidak teridentifikasi sebagai gangguan blok sehingga tidak tercatat dalam laporan gangguan persinyalan. Oleh karena itu, unit yang bertanggung jawab memastikan sistem persinyalan bekerja sebagaimana mestinya tidak mengetahui adanya anomali hubungan blok antara St. Haurpugur – St. Cicalengka.

Kondisi ini menunjukkan kurangnya kesadaran terhadap potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari anomali tersebut.

“Jika anomali ini tercatat maka potensi bahaya tersebut dapat teridentifikasi lebih awal, sehingga risiko yang ditimbulkan dapat dilakukan penilaian untuk kemudian dikendalikan dan disusun langkah-langkah mitigasinya. KNKT menyimpulkan bahwa kecelakaan ini terjadi akibat adanya sinyal yang dikirim sistem interface tanpa perintah peralatan persinyalan blok mekanik (uncommanded signal) St. Cicalengka yang terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik St. Haurpugur,” ujar Surjanto.

Surjanto mengatakan, guna meningkatkan keselamatan perkeretaapian di Indonesia dan mencegah kecelakaan serupa di masa mendatang, maka KNKT menerbitkan rekomendasi diperuntukkan kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian agar memastikan keandalan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, memastikan tersedianya prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan perkeretaapian khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya serta penilaian dan pengendalian risiko.

“Rekomendasi juga ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) agar menyusun prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan memastikan terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya dan setiap potensi bahaya yang telah diidentifikasi telah dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) Perkeretaapian,” pungkasnya. (Yus)