Begini Riwayat PDI Hingga Berubah Menjadi PDI P

by
Kantor DPP PDI Perjuangan. (Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – PDI Perjuangan akan merayakan hari ulang tahunnya ke 51 , besok 10 Januari 2024. Partai ini sudah mengalami pasang surut dan perjalanan panjang dan berliku. PDI Perjuangan merupakan sebuah partai politik (parpol) yang memiliki sejarah tersendiri serta berbeda dengan parpol yang ada saat ini. PDI P bisa disebut sebagai kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Murba, IPKI, Parkindo dan Partai Katolik dan resmi berdiri pada 10 Januari 1973.

Sejak kelahirannya, PDI selalu mengalami perpecahan pada setiap kongres. Saling memecat diantara tokoh seperti sebuah tradisi yang memicu adanya kepengurusan tandingan. Konflik di internal PDI karena perebutan kursi ketua umum, bukan karena misalnya terkait idiologi atau perjuangan partai.

Tahun 1993 dan tahun 1996 bisa disebut sebagai konflik terakhir yang melanda PDI hingga mengundang campur tangan pemerintah. Akibat konflik tersebut, konsolidasi partai tak berjalan lancar, hingga berakibat pada rendahnya perolehan kursi PDI di DPR RI maupun di tingkat DPRD.

Kursi PDI di DPR RI baru bisa bertambah pada pemilu 1987 setelah Soerjadi direstui oleh pemerintah sebagai ketua umum tahun 1986 dan masuknya putri Presiden RI I Soekarno , Megawati Soekarnoputri dan suaminya Taufiq Kiemas sebagai caleg hingga terpilih anggota DPR RI.

Konflik tahun 1993 itu bisa disebut paling parah dan berkepanjangan hingga akhirnya kepengurusan PDI terbelah dua di tahun 1996. Setelah amburadul pelaksanaan kongres di asrama haji di Medan , maka dilanjutkan kongres luar biasa (KLB) di asrama haji di Surabaya. Di Medan , Soerjadi digagalkan oleh lawan-lawan politiknya. Di Surabaya, Megawati Soekarnoputri dijegal oleh orang dalam dan dibantu oleh pihak luar. Soerjadi sebetulnya sudah dipilih secara aklamasi karena peserta kongres masih menginginkan eksponen 66 itu sebagai ketua umum periode kedua.

Megawati juga mengalami nasib yang sama . Saat di KLB, mayoritas peserta kongres sudah memberi suara dukungan untuk menjadi ketua umum DPP PDI. Rivalnya waktu itu, Budi Hardjono sebetulnya kalah jika diadakan pemungutan suara.

Tetapi karena memang sejak awal ada kekuatan yang tak menghendaki Megawati, KLB pun diacak-acak hingga berantakan dan KLB selesai begitu saja tanpa ada keputusan. Kekuatan yang mengacak-acak itu tak lain pihak internal dan pihak eksternal.

Megawati memang akhirnya meraih kursi ketua umum setelah dikukuhkan dalam acara Musyawarah Nasional (Munas) PDI di Kemang, Jakarta Selatan di tahun 1993. Munas diadakan setelah adanya kesepakatan antara pimpinan PDI daerah dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri). Munas itu pun hanya dihadiri perwakilan dari DPD , tidak ada pesertanya dari pengurus DPC.

Tapi memang seperti disebut diatas tadi, Megawati tidak bertahan lama menduduki kursi ketua umum. Pada saat dia melakukan konsolidasi ke daerah-daerah , mulai gerakan-gerakan untuk mendongkel, hingga adanya dua kubu di tubuh DPP, yaitu kubu pendukung kongres dan kubu Megawati Soekarnoputri yang bertahan dengan keputusan Munas. Ironisnya, kubu-kubuan di tingkat elit itu ikut merembet ke bawah , ke daerah. Pengurus di tingkat DPD dan DPC ikut terbelah dua . Rata-rata memang diantara pengurus , lebih banyak pendukung kongres.

Puncak dari perseteruan kedua kubu di PDI ini adalah aksi pengambilan paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat pada hari Sabtu pagi, 27 Juli 1996. Sejak terbelahnya DPP, kantor itu pun dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.

Setelah itu, Megawati sudah tak diakui oleh pemerintah sebagai ketua umum. Pemerintah kemudian mengakui Soerjadi yang dipilih di kongres Medan , kongres yang berjalan lancar tanpa ada hambatan sedikit pun. Saat kongres dibuka di Medan, aksi pendukung Megawati di Jakarta melakukan penolakan dan turun ke jalan berdemonstrasi hingga terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Bentrokan ini dikenal dengan peristiwa Gambir , karena terjadi di depan stasiun Gambir , Jakarta Pusat. Anak buah Megawati berhadap-hadapan dengan pasukan ABRI dan Polri dan membawa jatuh korban pendukung Megawati.

“Satyam Eva Jayate”. Kalimat ini dikutip Megawati Soekarnoputri saat masa-masa sulit melanda dirinya dan PDI yang dipimpinnya. Kalimat itu pun disampaikan untuk menyemangati para pendukungnya, bahwa “kebenaran pasti menang”.

Karena tak diakui pemerintah, maka pada pemilu 1997 , PDI pro Megawati absen , yang ikut pemilu adalah PDI produk kongres yang ketua umumnya Soerjadi. Tapi hasilnya di luar dugaan, PDI hanya mampu memperoleh 11 kursi dari 58 kursi di DPR RI. Ini akibat persoalan internal di PDI .

Soeharto lengser, dan BJ Habibie menjadi Presiden RI berikutnya. Di masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, kran demokrasi dibuka lebar dan reformasi melanda Indonesia. PDI yang dipimpin Megawati mendeklarasikan dirinya sebagai PDI Perjuangan di GBK Senayan, beberapa bulan sebelum pemilu 1999. Agar ikut pemilu tahun 1999, PDI Pro Megawati merubah namanya. Sementara PDI yang semula dipimpin Soerjadi juga ikut pemilu serta puluhan parpol lainnya.

Ini lah masa keemasan PDI Perjuangan karena pada pemilu 1999 itu berhasil tampil sebagai pemenang. Partai ini berhasil meraih 153 kursi di DPR RI dari 462 kursi yang diperebutkan.

Sementara perolehan PDI anjlok, karena hanya meraih 2 kursi di DPR RI. Megawati sendiri terpilih menjadi Wakil Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 , tidak lama setelah diadakan pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD. (Asim)