Ketua Komnas HAM Dr. Atnike: Bisnis yang Abai HAM Berisiko pada Perusahaan

by
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menerima kenang-kenangan dari pengurus SBN, Ian Ramelan. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Dr. Atnike Nova Sigiro mengatakan, kebanyakan orang berfikir jika masalah hak asasi manusia atau HAM itu selalu terkait dengan persoalan politik, tindakan kekerasan, perilaku korupsi atau hal-hal yang sangat serius. Tapi pada kenyatananya, banyak aspek HAM lain yang tentunya sangat serius, di luar masalah tersebut, misalnya bisnis.

“Jika bicara bisnis, kita selalu mengasosiasikan dengan ekonomi, pertumbunhan, uang dan profit, tetapi sesungguhnya bisnis erat kaitannya dengan HAM,” ungkap Dr. Atnike ketika menjadi narasumber dalam acara “Kursus Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan/Taplai”, di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), akhir pakan ini.

Kegiatan Taplai Lemhannas selama satu pekan dan diikuti 106 peserta ini diinisiasi oleh SMAN 8/Smandel Business Network (SBN), Asosiasi CEO Mastermind Indonesia (ACMI), dan Indonesia Financial Group (IFG).

Lebih lanjut, Atnike mengatakan bahwa dalam bisnis, ketahui ada aspek SDM (sumber daya manusia) yang menyangkut upah, jenjang karir, kesempatan kerja bagi setiap orang. Lalu ada juga kesehatan dan keselamatan pekerja, terutama dalam operasi uhasa seperti di pabrik, pertambahan, perkebunan, dan juga bisnis di perkantoran, ada factor stress.

“Juga ada maslah terkait suplayer. Kita membuat produk makanan, harus aman, produksi erkebunan juga harus lestraikan hutan. Jadi bisnis erat kaitannay dengan HAM,” ujarnya lagi.

Dia menambahkan, output dari bisnis tentunya semua berharap hasilnya positif yaitu keuntungan, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, inovasi dan sebagainya. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, dampak dari bisnis tidak selalu positif.

“Misalnya belum lama, akhir 2022 ratusan anak yang mengalami gagal ginjal akut, karena produsen obat siropnya tidak bertanggungjawab, karena membuat obat yang tidak sesuai kebutuhan anak. Tidak ada yang berfikir dampak yang begitu luas dan fatal bagi anak-anak,” beber Atnike

Dikemukakannya pula kalau tahun lalu ada kejuaran dunia bola atau World Cup di Qatar dan banyak kesempatan kerja. Setiap ada perhelatan besar, suatu kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi kesempatan yang diperlakukan tidak baik, maka akan membawa dampak negatif, semisal banyak gedung dan fasilitas yang dibangun di Qatar, tidak memperhatikan, kondisi pekerja migran.

“Juga banyak sektor bisnis yang melanggar HAM, tidak memperhatikan keselamatan kerja dan juga lingkungan. Banyak wilayah operasi bisnis yang kaya sumber alam, tapi masyarakatnya dirugikan,” katanya.

Harus Perhatikan HAM

Karena itu, Dr. Atnike mengatakan, betapa pentingnya HAM dalam kaiatan bisnis, bahwa sektor bisnis harus memperhatikan HAM, jika lalai kesempatan bisnis yang ada akan menimbulkan banyak risiko.

“Kesempatan bisnis yang diharapkan tidak dapat diwujudkan. Jika ada kasus hukum dari praktik bisnis, itu akan menambah biaya perusahaan, karena harus ada upaya hukum, biaya pengacara, biaya konpensasi jika terbukti merugikan pihak lain,” tambahnya lagi.

Disisi lain, Atnike juga mengungkapkan yang ditakutkan pengusaha, yakni reputasi buruk dari perusahaan dan produk yang dihasilkan, ini merusak branding, perusahaan dan sektor usaha yang berujung kerugian bagi peluang bisnis. Dalam jangka panjang, hilangnya kesempatan bisnis yang lebih besar seperti investor.

“Tapi beda cerita jika sekyor bisnis menghormati HAM, maka akan mendapat peluang yang lebih, misalnya investor akan lebih tertarik memberikan atau menambah investasi, mitra bisnis bertambah besar, produktivitas semakin tinggi. Dan dalam skala global, sektor bisnis dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan berkelanjutan dan bisnis akan terus berkembang,” sebut dia.

Dalam tradisi HAM yang klasik, memang tidak melekat pada bisnis, tapi negara atau pemerintah lalu apa tanggungjawab sektor bisnis terhadap HAM. Pada 2011, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), telah mengadopsi dokumen yaitu panduan PBB tentang Bisnis dan HAM, sebagai panduan iamemberikan prakik baik pengerlolaan bisnis yang menghormati HAM.

“Dalam panduan itu ada 3 (tiga) pilar yang harus diperhatikan. Pertama, tanggngjawab HAM tetap berada di tangan negara/pemerintah. Kedua, sektor bisnis mempunyai tanggunga menghormati HAM. Dan ketiga, aspek pemulihan bagi korban,” demikian Ketua Komnas HAM Dr. Atnike. (Asim)