MAKI Desak Kejagung Pidanakan Mantan Direktur pada Jamintel atas Korupsi Tambang Nilel

by
by
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. (Foto: */ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mempidanakan mantan Direktur Ekonomi dan Keuangan pada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Raimel Jesaja dalam kasus korupsi tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, bahwa Raimel Jesaja dinilai sudah terbukti melakukan pelanggaran berat, yakni menerima uang suap sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Kejaksaan Agung.

“Ini tindak pidana. Tidak cukup dengan hukuman disiplin saja,” ujar Boyamin saat menanggapi perkara tersebut kepada wartawan, Rabu (15/11/2023), di Jakarta.

Dikatakan, upaya pemidanaan terhadap Raimel akan memberi efek jera kepada oknum jaksa nakal dalam menyalahgunakan kewenangannya.

“Proses pemidanaan ini penting untuk meningkatkan kepercayaan publik kepada Kejaksaan bahwa institusi ini tidak pandang bulu,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung melalui Kapuspenkumnya, Ketut Sumedana telah mengkonfirmasi soal pemecatan Raimel karena terbukti melakukan pelanggaran berat yang berupa menerima sejumlah uang suap. Selain Raimel, Kejagung juga telah mencopot jabatan dua jaksa lainnya.

“Kami sudah pernah merilis terkait dengan pelanggaran disiplin berat dari oknum jaksa tersebut. Ada tiga orang jaksa. Dan satu jaksa (Raimel) bukan hanya dicopot dari jabatan strukturnya, tetapi status jaksanya juga dicopot,” kata Kapuspenkum.

Sesangkan dua jaksa lainnya mendapatkan sanksi disiplin berat yakni berupa penundaan kenaikan pangkat. Namun, Ketut menolak menyebutkan dua identitas jaksa lainnya kecuali menyebut keduanya Asisten Tindak Pidana Khusus, dan Koordinator Tindak Pidana Khusus di Kejati Sultra.

Seperti diketahui, kasus korupsi tambang di Konawe Utara adalah penambangan illegal yang dilakukan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam. Yaitu Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara. Mereka menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).

Berkat dokumen itu, nikel yang dijual seolah-olah bukan berasal dari PT Antam dan dijual ke beberapa smelter di Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sulteng), hingga Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Windu Aji Sutanto (WAS) selaku pemilik PT Lawu Agung Mining yang juga menjadi tersangka kasus ini, diduga mendapat keuntungan besar dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel tersebut.
Diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp5,7 trilium.Oisa