Presiden Terpilih Harus Sanggup Memikul Beban Bangsa ke Depan

by
Tiga bakal Capres 2024. (Foto: Istimewa)
Zidan Adam. (Foto: Ist)

Oleh: Zidan Adam*

PASANGAN calon (paslon) presiden dan wakil presiden yang akan maju dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024, harus memenuhi syarat ambang batas pencalonan capres dan calon wakil presiden (cawapres) atau presidential threshold/PT sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Apalagi, pasangan calon (paslon) yang diusulkan oleh partai politik (parpol) atau gabungan parpol peserta pemilu harus memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen, dari jumlah kursi DPR RI atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu Anggota DPR RI sebelumnya.

Bahkan posisi Prabowo Subianto, dengan bergabungnya Partai Demokrat semakin memperkuat peta Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilpres 2024.
Dengan demikian koalisi Prabowo saat ini didukung Partai Gerindra yang memiliki 78 kursi di Parlemen, 85 kursi milik Partai Golkar, 44 kursi PAN dan 54 kursi Partai Demokrat, yang jIka digabung maka Prabowo didukung dengan 227 kursi Parlemen. Selain itu, Prabowo juga didukung partai dari luar parlemen, yakni Partai Bulan Bintang dan Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia.

Sementara koalisi PDI Perjuangan yang mendukung Ganjar Pranowo, memiliki 147 kursi yang siap mendukungnya di Pilpres 2024, terdiri dari 128 kursi PDI P di Parlemen dan 19 kursi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga didukung dua partai lain di luar Parlemen, yakni Perindo dan Partai Hanura.

Sedangkan Anies Baswedan yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) memiliki dukungan 167 kursi Parlemen, yang berasal dari 59 kursi Partai NasDem, 58 kursi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan 50 kursi milik Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Artinya ketiga capres dari tiga poros tersebut, telah memiliki suara yang memenuhi syarat ambang batas pencalonan capres dan calon wakil presiden (cawapres) atau presidential threshold/PT sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.

Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah pernah berharap agar tiga nama capres yang muncul, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan bisa maju semua di Pilpres 2024. Karena pembicaraan tentang capres yang sudah muncul ada tiga nama, dan kalau bisa tiga-tiganya maju, tidak ada perubahan. Sehingga kita bisa menyaksikan figur-figur kita ini bertarung. Dan akan lebih indah tentunya pesta rakyat ini, akan semakin semarak.

Karena dengan adanya tiga capres bersama koalisinya masing-masing yang maju di Pilpres 2024, akan dilahirkan pemimpin terpilih yang sanggup memimpin beban bangsa Indonesia ke depan di tengah ketidakpastian situasi global saat ini. Mudah-mudahan dengan itu, pemimpin baru yang terpilih adalah mereka-mereka yang kita anggap akan sanggup memikul beban bangsa ini ke depan.

Namun, adanya dinamika politik yang masih cair saat ini, bisa saja mengubah peta koalisi capres 2024, dan akan banyak kejutan mungkin saja terjadi, mengingat masih adanya waktu hingga pendaftaran paslon capres dan cawapres pada 19 Oktober 2023 mendatang. Masing-masing parpol masih terus melakukan pertemuan secara intens untuk mematangkan koalisinya, sehingga masih tidak menutup peluang parpol-parpol bermanuver, sekalipun sudah tergabung dalam koalisi agar kepentingan politiknya diakomodasi.

Kejutan lain yang bisa terjadi adalah andaikata Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka yang notabene putra sulung Presiden Jokowi itu, menjadi cawapres Prabowo Subianto, serta efek domino keputusan Kaesang Pangarep putra Presiden Jokowi ketiga yang memilih bergabung ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Sabtu (23/9/2023).

Bahkan, Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, menyebut akan terjadi ‘gempa dahsyat’ 9 skala richter di dalam perpolitikan Indonesia, jika Gibran menjadi cawapres-nya Prabowo. Qodari yang menjadi narasumber Gelora Talk pada pekan lalu, mengatakan Gibran akan mengambil 50 persen suara pemilih Ganjar.

Belum lagi, bergabungnya putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep ke PSI juga bisa menjadi blunder bagi PDI P, karena adanya aturan satu keluarga harus satu partai apabila berpolitik. Artinya, jika PDI P konsekuen dengan aturannya, maka keluarga Jokowi bisa saja terdampak. Namun, dalam kasus Kaesang ini, PDI P terlihat lebih berhati-hati dalam menyikapinya. ***

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Politik Universitas Pancasila (FIKOM-UP), Semester 7.