Sekjen DPR Sangah Disebut Anggota Dewan Minim Kehadiran Fisik Dalam Rapat Paripurna

by
Sekjen DPR RI Indra Iskandar

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar menegaskan kehadiran anggota Dewan secara virtual dalam rapat kerja maupun rapat paripurna sudah sesuai mekanisme yang ada.

Hal itu ditegaskan Indra menjawab kritik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), yang menyebutkan minimnya kehadiran secara fisik anggota DPR RI dalam rapat paripurna usai status pandemi COVID-19 dicabut.

“Dalam tatib (tata tertib) DPR, rapat anggota Dewan bisa dilakukan dengan fisik maupun virtual,” ujar Indra dalam keterangannya, Jumat (7/7/2023).

Adapun tata tertib yang dimaksud itu, jelas Indra, tertuang dalam Pasal 254 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. Dalam ayat (5) pasal tersebut dijelaskan rapat DPR yang dilaksanakan secara virtual sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kehadiran anggota dapat ditetapkan sebanyak 1 (satu) anggota untuk setiap fraksi, kecuali ditentukan lain oleh pimpinan DPR. Kemudian pada ayat (6) disampaikan bahwa dalam hal kehadiran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat terpenuhi, semua jenis rapat DPR tetap sah meskipun dihadiri oleh pimpinan dan anggota secara virtual.

Berdasarkan aturan tersebut, menurut Indra, pengambilan keputusan dalam rapat DPR dengan kondisi seperti itu tetap dinyatakan sah. Sebab, kehadiran anggota Dewan secara virtual tak serta-merta mengurangi substansi rapat. Karena memang tatib DPR memperbolehkan kehadiran anggota Dewan secara virtual dalam rapat.

Indra pun menjelaskan, meski anggota Dewan hadir secara virtual belum tentu tidak lebih serius atau tidak lebih berkontribusi dari kehadiran fisik.

Paling penting, tambahnya, adalah rapat telah memenuhi kuota forum (kuorum) yang berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPR, telah dihadiri lebih dari separuh anggota DPR dan terdiri atas lebih dari separuh unsur fraksi. Baik itu secara fisik, virtual, atau gabungan keduanya.

Indra membantah klaim Formappi yang menyatakan ketidakhadiran fisik anggota DPR karena kemalasan. Sebab, metode rapat secara virtual justru lebih menunjang kerja-kerja DPR.

“Justru ketentuan boleh menghadiri secara virtual ini membuat anggota Dewan lebih aktif dan terlibat dalam rapat-rapat yang diadakan oleh DPR RI. Ketentuan seperti ini juga bisa lebih mengoptimalkan kinerja anggota Dewan,” sebutnya.

Selain itu, sistem kehadiran virtual memungkinkan anggota DPR yang tidak ada di Jakarta untuk tetap bisa berkontribusi dalam rapat paripurna atau rapat-rapat di Komisi. Dengan begitu, kerja DPR dalam fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan pun bisa semakin optimal.

“Anggota DPR yang hadir virtual tetap bisa memberikan masukan saat rapat, sambil sekaligus menjalankan tugas kerja lainnya. Apalagi jika terkait dengan kunjungan mereka, tentunya akan semakin relevan lagi karena aspirasi rakyat yang baru diserap bisa disampaikan langsung dalam rapat-rapat kerja, termasuk dengan mitra di pemerintahan,” papar Indra.

Bahkan, lanjutnya, sering ditemukan anggota Dewan yang sebenarnya sedang sakit tapi ingin tetap bisa berkontribusi dalam rapat, dan akhirnya mereka memanfaatkan sistem kehadiran virtual ini.

Indra mengakui Tatib tersebut memang dibuat untuk penyesuaian kerja di masa pandemi COVID-19 sebagai upaya pencegahan penularan virus. Meski begitu, pasca pandemi dunia pun telah beradaptasi dengan berbagai hal, termasuk pengadopsian pertemuan virtual.

“Pandemi COVID-19 mengajarkan banyak hal. Termasuk bagaimana penggunaan teknologi bisa membuat pekerjaan semakin produktif dan relevan. Bukan berarti kehadiran non-fisik hasilnya tidak baik. Pemanfaatan teknologi dapat mengikis jarak, ruang dan waktu untuk mengoptimalkan hasil kerja,” tegasnya.

Indra memastikan DPR tetap terbuka dengan segala kritik dan masukan. Aspirasi dari semua kalangan, lanjut dia, akan ditampung dan dipertimbangkan demi kepentingan rakyat.

“Apalagi Ketua DPR RI Ibu Puan Maharani selalu menekankan bahwa DPR selalu terbuka dengan masukan maupun kritik dari masyarakat, karena itu bentuk aspirasi,” jelas Indra.

Indra pun berharap semua pihak dapat lebih obyektif dalam memberikan penilaian terhadap DPR. Indra memahami bahwa memang masih banyak kerja-kerja di DPR yang perlu diperbaiki, dan masih akan terus diperbaiki.

“Saya mengajak semua pihak melihat permasalahan ini dengan kacamata yang lebih luas dan tidak membuat persepsi yang bisa menimbulkan misperception dari masyarakat. Jangan karena ada stigma-stigma tertentu, atau kesalahan satu dua anggota Dewan jadi kesannya apa yg dilakukan DPR selalu salah. Mari sama-sama menilai dengan obyektif karena ada banyak sekali anggota DPR yang bekerja keras demi kesejahteraan rakyat,” tambah Indra.

Hal ini sama seperti dengan aturan mengenai pembatasan durasi bicara dalam rapat paripurna. Dalam beberapa kali kesempatan, masyarakat menyoroti fenomena matinya mikrofon ketika anggota DPR sedang melakukan interupsi.

“Ini berkaitan dengan teknis untuk mengatur lalu lintas interaksi di rapat paripurna supaya lebih kondusif. Jadi mikrofon mati itu otomatis terjadi setelah 5 menit dinyalakan, bukan karena sengaja dimatikan,” urai Indra.

“Sebenernya soal mikrofon otomatis mati ini sudah dipahami semua anggota DPR. Tatib ini terkait dengan teknis, dan demi kelancaran jalannya rapat paripurna agar semua anggota DPR punya kesempatan bicara yang sama,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Formappi mengkritik minimnya kehadiran secara fisik anggota DPR RI dalam rapat paripurna. Formappi mendorong agar tata tertib rapat paripurna diubah usai status pandemi COVID-19 dicabut.

“Soal minimnya kehadiran anggota DPR di rapat paripurna memang sudah merupakan pemandangan biasa. Kemalasan anggota DPR mengikuti rapat paripurna pun bukan cerita baru. Di masa pandemi ketidakhadiran di ruangan rapat bukan sebuah masalah karena anggota bisa hadir secara virtual melalui Zoom. Tatib DPR pun mengukuhkan kehadiran virtual itu,” kata peneliti Formappi Lucius Karus kepada wartawan, Selasa (4/7).

“Jadi ketidakhadiran anggota DPR di rapat paripurna itu sudah jadi trademark DPR. Saking sudah jadi biasa, DPR sendiri sudah tak merasa ada masalah dengan ketidakhadiran itu,” imbuhnya. (Kds)