Pakar HI Unair Nilai Wajar Proposal Damai Prabowo di Tolak Ukraina

by
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. (Foto: Ist)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Peneliti Studi Rusia dan Eropa Timur di Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Radityo Dharmaputra menilai wajar Ukraina menolak proposal perdamaian yang ditawarkan Indonesia melalui Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Sebab, kata dia, proposal yang diajukan Prabowo dalam IISS Shangri-La Dialogue di Singapura, sangat tidak masuk akal atau tak sesuai kondisi di lapangan saat ini.

“Mengapa proposal Pak Prabowo langsung ditolak oleh Ukraina dan negara-negara Barat? Karena tidak masuk akal, tidak sesuai kondisi saat ini di lapangan, tidak mempertimbangkan konteks sejarah dan politik kawasan Eropa Timur, serta tidak sesuai prinsip Indonesia sendiri,” kata Radityo dikutip dari akun Twitter-nya @RadityoDharmaP, Senin (5/6/2023).

Radityo menjelaskan, ada lima usulan yang ditawarkan Prabowo, yakni gencatan senjata, penarikan mundur pasukan Rusia dan Ukraina sejauh 15 kilometer dari posisi serangan masing-masing pihak, dan pembuatan DMZ di wilayah antara pasukan Rusia dan Ukraina.

Kemudian, Prabowo juga mengusulkan pasukan penjaga perdamaian dan pemantau PBB. Terakhir, referendum di wilayah sengketa.

Radityo menilai ada masalah teknis dan prinsip dalam proposal yang ditawarkan oleh Prabowo. Dia juga mempertanyakan posisi dan kepentingan Indonesia melalui proposal yang dibawa oleh Prabowo.

Ia juga menilai bahwa proposal itu tidak memposisikan Rusia sebagai agresor dan justru melemahkan posisi tawar Ukraina. Proposal ini masih bias “great power” tapi seakan berusaha menjadi penengah dan netral.

“Proposal ini bias karena hanya didasarkan pengalaman Rusia dan Asia, tanpa menghitung trauma sejarah Eropa Timur dan negara bekas Soviet,” sebut dia.

Imperialisme Rusia di masa Soviet, sambung dia, tidak diperhitungkan dan justru Indonesia meminta Ukraina dengan legowo duduk bersama bekas penjajahnya.

“Analoginya: meminta Ukraina duduk bersama Rusia tanpa ada jaminan keamanan, sama saja dengan meminta korban perkosaan duduk dan berdamai dengan pemerkosanya. Bukannya solider dan berempati, kita justru melakukan gaslighting pada korban (Ukraina) dengan mengatakan ‘ini demi wargamu’,” paparnya.

Radityo menambahkan proposal dari Prabowo seolah melanggengkan argumen “might is right” dalam politik global dengan dalih “ini realitasnya”.

“Kalau memang ini yang diinginkan, maka Indonesia harus bersiap ketika nanti ada wilayah kita yang diambil, kita harus terima pembentukan DMZ dan referendum,” pungkas dia.

Seperti diberitakan, Pemerintah Ukraina dilaporkan menolak proposal perdamaian dengan Rusia yang ditawarkan oleh Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dalam IISS Shangri-La Dialogue di Singapura.

Menteri Pertahanan Ukraina, Oleksii Reznikov menilai proposal perdamaian yang ditawarkan Prabowo merugikan negaranya. “Kedengarannya (proposal ini) seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia. Kami tidak butuh mediator ini datang kepada kami [dengan] rencana aneh ini,” kata Rezkinov dilansir media Ukraina, Ukrinform. (Jal)