Sekda Kota Depok: Kampung KTR Persempit Ruang Perokok

by
Sekda Kota Depok Supian Suri & Kadinkes Kota Depok Mary Liziawaty (foto: Rik)

BERITABUANA.CO, DEPOK – Pemerintah Kota (Pemkot) Depok, mulai mempersempit ruang gerak para perokok dengan membentuk Kampung Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di 11 Lokasi Khusus (Lokus) tiap Kecamatan.

“Kampung KTR sebagai upaya kita mempersempit ruang para perokok. Jika sebelumnya kita hanya punya 7 tempat kawasan tanpa rokok, kini kita persempit lagi ruang geraknya ke wilayah,” kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok Supian Suri, di Aula Perpustakaan Kota Depok, Kamis (9/2/2023).

Permasalahan rokok menjadi dua sisi yang bertentangan. Hal ini karena satu sisi gencar iklankan rokok sementara Pemkot Depok juga gencar sosialisasikan bahaya merokok.

“Nah, kita ini berada pada posisi yang selalu ketinggalan, jumlah perokok realitanya makin meningkat, dengan kreatifnya berbagai iklan rokok. Bahkan ada sebuah anekdot bahwa merokok itu tidak apa-apa,” paparnya.

Pemkot Depok, tambahnya, sudah sangat serius menangani bahaya rokok ini melalui Perda Kota Depok nomor 2 Tahun 2020 tentang perubahan Perda No Kota Depok No. 3 Tahun 2014 tentang KTR .

“Sejak tahun 2014 juga kita sudah melarang iklan rokok di Billboard sepanjang Jalan Raya Margonda. Ini yang menjadi berbeda dengan daerah lain,” urainya.

Sekda mengakui belum punya metode efektif untuk membuat orang tidak atau berhenti merokok. Semua persoalan yang terjadi, nyatanya belum membuat orang jera terhadap bahaya merokok.

“Ini bukan pekerjaan yang ringan. Realitas lapangan kondisinya mengkhawatirkan. Maka saya minta kepada Satgas, tolong apa yang sudah kita punya yaitu  7 tempat KTR, kita jaga dan perketat lagi,” tukas Ketua pembina Satgas KTR Kota Depok itu.

Supian mengatakan, Pemkot Depok juga sedang berupaya berikan layanan Universal Health Coverage (UHC), yang merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, bermutu dengan biaya terjangkau.

“Hanya saja, untuk mengcover UHC melalui DTKS kita baru bisa mengcover kurang lebih mencapai 40 miliar. Sedangkan Penerima Bantuan Iuran (PBI) kita sudah mencapai 70 miliar. Kalau kita mau UHC, bisa lebih siapkan anggaran dari 100 miliar. Untuk biayai semua warga yang sakit, kita tidak akan kuat,” jelasnya.

Maka, tegas Supian, semua diharapkan mulai kerja efektif, iklan bahaya merokok kencengin lagi, jangan sampai kalah dengan iklan rokok, karena iklan mereka kreatif dan menarik, jangan sampai kalah Kreatif dengan mereka.

Untuk diketahui, Universal Health Coverage (UHC), menurut WHO adalah menjamin semua orang mempunyai akses kepada layanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dibutuhkan, dengan mutu yang memadai sehingga efektif, disamping menjamin pula bahwa layanan tersebut tidak menimbulkan kesulitan finansial penggunanya. (Rki)