Komite III DPD RI Minta BPOM Tingkatkan Pengawasan Obat dan Makanan di Masyarakat

by
Obat-obatan. (Ilustrasi/Foto: Ist)

BERITABUANA,CO, JAKARTA – Komite III DPD RI mengadakan rapat kerja (raker) dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait kasus gagal ginjal akut pada anak akibat keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang terdapat pada obat sirop.

Komite III DPD RI, sebagaimana disampaikan Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri dalam rapat kerja yang digelar di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa kemarin (22/11/2022) memandang perlunya penjelasan dari BPOM RI sebagai pihak yang dianggap paling bertanggung jawab dalam hal penerbitan izin edar dan pengawasan peredaran obat.

“Adapun dari kasus ini kami berharap agar BPOM dapat segera berbenah dan melakukan penguatan kelembagaan. Komite III DPD RI juga berharap BPOM  mampu menjalankan tugasnya dengan maksimal untuk mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk-produk yang beredar, dan juga untuk melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen,” kata dia.

Hasan juga berpendapat, kasus gagal ginjal akut pada anak akibat kelalaian pengawasan obat ini dapat dijadikan sebagai momentum percepatan pembahasan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang diinisiasi DPD RI.

“Kami berharap agar RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang telah masuk dalam prolegnas 2023 dapat segera dijadikan prioritas pembahasan,” sambung Hasan.

Kepala BPOM RI Penny Lukito sebelumnya membenarkan keterlambatan penanggulangan atas meluasnya kasus ini. Menurutnya, selama ini BPOM telah melakukan pengawasan post market yaitu pemantauan setelah obat terdistribusi.

Dirinya juga menjelaskan, pengawasan post market tersebut melibatkan tenaga kesehatan (nakes) sebagai mitra BPOM yang bertugas melaporkan apabila ditemukan pasien yang mengalami sakit akibat efek samping obat.

“Namun kelihatannya sistem kerja sama ini belum menjadi mindset para nakes. Padahal kami berharap agar tenaga kesehatan dapat menjadi mitra pengawasan yang dapat segera melaporkan apabila ada Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) akibat Efek Samping Obat (ESO) melalui aplikasi e-MESO. Hal ini bertujuan agar kami  dapat dengan cepat melakukan investigasi terhadap obat berbahaya agar dampaknya tidak meluas,” ucap Penny.

Dalam rapat tersebut, Senator asal Bengkulu Eni Khairani menyatakan keprihatinannya atas banyaknya korban dari anak-anak dalam kasus ini. Eni juga menganggap BPOM telah lalai atas fungsi pengawasan yang seharusnya dimiliki BPOM.

“Harus ada evaluasi terhadap kelalaian sistem ini, karena kasus ini telah merenggut banyak sekali calon penerus bangsa. Itu pun saya yakin jumlah korbannya lebih banyak lagi karena tidak semua terlapor dan tercatat. Fungsi pengawasan BPOM itu seharusnya saat sebelum dan sesudah obat beredar bukan setelah ada kasus,” tegas Eni.

Penny kembali menegaskan bahwa kasus gagal ginjal pada anak ini bukan murni  kelalaian BPOM, walaupun diakui banyak hal yang belum dilakukan secara optimal. Menurutnya, seluruh prosedur pengawasan pre dan post market telah dilaksanakan.

BPOM, lanjut Penny, saat ini juga terus mengoptimalkan pencegahan kejadian tidak diinginkan dan peningkatan jaminan mutu. Menurutnya, kasus ini disebabkan karena adanya oknum industri farmasi yang melakukan penggantian bahan baku pelarut pharmaceutical grade dengan chemical grade dalam periode tertentu dengan alasan keterbatasan bahan baku dan harga tanpa sepengetahuan BPOM.

“Kami akui bahwa kami belum optimal karena belum adanya acuan standar cemaran EG/DEG bahkan pada skala internasional. Saat ini kami fokus pada penguatan pengawasan pre-post market, penetapan persyaratan batasan, identifikasi parameter cemaran dan penegakan sanksi administratif dan pidana terhadap industri farmasi yang melanggar,” ujar Penny.

Di akhir acara, Hasan Basri mengimbau agar BPOM dapat cepat melakukan langkah edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dalam mengkonsumsi obat dan makanan.

“Kami mengimbau agar BPOM segera melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Saya temukan di beberapa daerah masih ada masyarakat yang mengkonsumsi obat sirop karena keterbatasan informasi. Kami juga berharap agar BPOM RI dapat mengikutsertakan Komite III DPD RI dalam kegiatan pengawasan kasus ini ke daerah,” tutup Hasan yang juga Senator dari Kalimantan Utara ini. (Kds)