KMI Apresiasi Jajaran Dittipidter Bareskrim Polri Tersangkakan CV Saunders Chemical Pengoplos Obat Sirop

by
Ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI), Edi Homaidi.

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Dittipidter Bareskrim Polri telah menetapkan supplier bahan baku obat CV Samudera Chemical sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut yang menimpa pada anak-anak. Penyidik menemukan sebanyak 42 drum propilen glikol (PG) sebagai oplosan obat sirop.

Menanggapi langkah Tim Dittipidter Bareskrim Polri tersebut, Ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI) Edi Homaidi melalui keterangan tertulisnya, Minggu (20/11/2021) menyampaikan apresiasi atas keberhasilan Polri membongkar perusahaan farmasi ‘nakal’ tersebut.

“Kita tentunya mengapresiasi apa yang telah dilakukan Dittipidter Bareskrim Polri membongkar dan menanggapi para pelaku pengoplos obat sirop yang menyebabkan kematian pada ratusan anak akibat gagal ginjal akut yang terjadi akhir-akhir ini,” katanya.

Edi juga berharap pelaku pelaku dijatuhi hukum yang setimpal dengan perbuatannya. Termasuk perusahaan farmasi‘bakal’ harus ditindak dengan menutupnya. Pasalnya, akibat yang diperbuat para pelaku, banyak orang tua yang telah kehilangan buah harinya.

“Beri ganjaran yang setimpal atas perbuatan mereka itu. Saya juga berharap penegak hukum tidak pandang bulu menjatuhkan sanksi hukuman,” pinta eksponen Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu, seraya juga memberikan apresiasi kepada Dirtiipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Pipit Rismanto atas kinerjanya.

Diketahui, Dittipidter Bareskrim Polri telah menetapkan supplier bahan baku obat CV Samudera Chemical sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut pada anak. Dari hasil penyidikannya, ditemukan ada 42 drum. 42 drum itu propilen glikol yang diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Brigjen Pol Pipit mengatakan pihaknya menemukan barang bukti tersebut saat dilakukan penggeledahan. Sementara itu, pemilik CV Samudera Chemical inisial E hingga kini belum kunjung diperiksa karena diduga melarikan diri.

“Jadi CV Samudera Chemical itu pemiliknya belum diketahui keberadaannya, tapi kita sudah geledah dan menemukan barang bukti. Barang bukti pengoplosannya ya,” ujarnya.

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo sebelumnya mengatakan perusahaan lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah PT Afi Farma. Kedua perusahaan itu terbukti melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar mutu.

Dedi mengatakan PT Afi Farma dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas.

“PT A hanya menyalin data yang diberikan oleh supplier tanpa dilakukan pengujian dan quality control untuk memastikan bahan tersebut dapat digunakan untuk produksi,” beber Dedi.

PT Afi Farma diduga mendapat bahan baku tambahan tersebut dari CV Samudera Chemical setelah dilakukan kerja sama dengan BPOM di lokasi. Dari CV Samudera Chemical, ditemukan 42 drum propilen glikol yang mengandung etilen glikol melebihi ambang batas.

“Barang bukti yang diamankan adalah sejumlah obat sediaan farmasi yang diproduksi oleh PT A, berbagai dokumen termasuk PO (purchasing order) dan DO (delivery order) PT A, hasil uji lab terhadap sampel obat produksi PT A, dan 42 drum PG yang diduga mengandung EG dan DEG, yang ditemukan di CV SC,” kata Dedi.

PT Afi Farma selaku korporasi disangkakan Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 juncto Pasal 201 ayat 1 dan/atau ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan serta Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 Miliar.

Sementara itu, CV Samudera Chemical dijerat Pasal 196 juncto Pasal 98 ayat 2 dan ayat 3 dan/atau Pasal 60 angka 4 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tentang Perubahan atas Pasal 197 juncto Pasal 106 juncto Pasal 201 ayat 1 dan/atau ayat 2 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juncto Pasal 55 dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 Miliar. ***

No More Posts Available.

No more pages to load.