Cegah PHK, Wamenaker Berharap Pengusaha dan Pekerja Duduk Bersama

by
Wamenaker Afriansyah Noor. (Ful)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dikaitkan dengan krisis global menjadi perhatian serius Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Karena itu menjadi topik perbincangan dalam pertemuan antara Wakil Menteri Ketenaga Kerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor dengan Forum Wartawan Ketenagakerjaan (Forwaker).

Afriansyah yang di dampingi Karo Humas Chairul Harahap mengatakan, masalah PHK ini terjadi karena ada beberapa sebab. “Namun, dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan berharap sebelum terjadi PHK pengusaha dan pekerja duduk bersama,” tuturnya.

Dengan mengambil langkah ini akan terjadi dialog sehingga ada solusi. Misalnya, jelas Afriansyah, sebelum dilakukan PHK perusahaan bisa mengurangi jam kerja sehingga dapat  mencegah terjadinya PHK.

Pada kesempatan ini ia juga menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan terus mendorong agar terwujudnya hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan di tempat kerja.

Untuk mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, menurutnya, diperlukan empat sarana hubungan industrial yang menjadi tumpuan strategis. Pertama, kata Afriansyah, adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB).

Keberadaan SP/PB ini, ungkap Afriansyah, menentukan pencapaian tujuan hubungan industrial dan memiliki posisi strategis dalam mencapai hubungan industrial yang harmonis.
Kedua, Lembaga Kerjasama (LKS) Bipartit yang merupakan wadah komunikasi yang intensif antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan manajemen.

Sarana yang ketiga, Perjanjian Kerja Bersama (PKB), sebagai bentuk nyata komitmen antara pekerja/buruh atau SP/SB dengan manajemen untuk melaksanakan kesepakatan tentang hak dan kewajiban masing-masing.

Keempat, lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Sarana ini mencerminkan pentingnya dialog dalam mencari titik temu di antara dua kepentingan yang berbeda yaitu antara pengusaha dan pekerja. “nah, dari empat sarana hubungan industrial tersebut, dapat kita simpulkan betapa pentingnya komunikasi antara pengusaha dan pekerja/buruh atau SP/SB yang dijalin melalui dialog sosial,” papar Afriansyah.

Hubungan industrial, imbuhnya,  dikatakan berhasil apabila semua pihak dapat bersinergi demi keberlangsungan usaha, kelangsungan bekerja dan kesejahteraan para pihak di dalamnya. Konstruktif adalah sebuah kata yang memiliki banyak arti, yaitu “membina, memperbaiki dan membangun”.

Hubungan industrial yang konstruktif, ujar Afriansyah, dapat diartikan menjadi hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang wajib terus diperbaiki. Apabila ada kekurangan, dilakukan pembinaan oleh pemerintah selaku regulator, semata-mata untuk membangun iklim industri yang berkelanjutan dengan diikuti kesejahteraan pekerja/buruh di Indonesia.

“Untuk itu, kami intens melakukan pertemuan dengan pihak SP/SB, bahkan pertemuan ini dilakukan setiap bulan,” pungkas Afriansyah. (Ful)