Pengamat Militer Ini Ungkap Keinginan Putin Hadiri KTT G20 di Bali, Tapi….

by
Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini. (Foto: GMC)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Presiden Rusia Vladimir Putin sebenarnya ingin menghadiri KTT G20 dengan mengirimkan delegasi tingkat tingginya, antara lain Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia yang sudah dikarantina di Bali.

Hal ini diungkapkan pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini berbicara dalam Gelora Talk bertajuk ‘Babak Baru Perang Rusia-Ukraina dan Apa Dampaknya Bagi Dunia?, Rabu petang (9/11/2022).

Tetapi, lanjut Connie, Putin masih melihat kondisi, karena perangnya beda. Kalau perang ha nya dengan Ukraina saja dia pasti datang, tapi ini musuhnya semuanya ada di G20, sehingga faktor keamanannya akan sangat ketat.

“Putin itu menganggap Presiden Jokowi saudara, memanggilnya brother. Putin tidak mau merepotkan brothernya gara-gara dia datang, kira-kira begitu. Tetapi, saya berharap agar Putin tetap datang ke Bali,” katanya.

Connie yang memiliki kedekatan dengan Presiden Rusia Vladmir Putin berharap Indonesia bisa mengambil pelajaran dari perang Rusia-Ukraina. Dimana perlunya berdikari atau kemandirian Indonesia seperti Rusia dan tidak bergantung kepada negara lain.

“Kita harus belajar dari perang Rusia-Ukraina. Rusia telah memberi pelajaran kepada kita dengan kondisi saat ini, pentingnya berdikari, Indonesia bisa seperti Rusia. Mengurus Indonesia tentunya lebih mudah, daripada mengurus Rusia. Wilayah Rusia jauh lebih besar dari Indonesia saja, kenapa Indonesia tidak bisa. Indonesia harusnya bisa, saya yakin Indonesia bisa,” ujarnya.

Pengamat militer dan pertahanan ini juga berharap para pemimpin sekarang bisa mengambil pelajaran dari Presiden RI pertama, Soekarno dan para funding father yang menginisiasi Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement yang telah melahirkan KTT Asia Afrika 1955 di Bandung.

“Indonesia harus membentuk Non-Aligned Movement lagi yang mampu berbicara di pentas internasional dan menentukan sikap dunia. Banyak yang memiliki kemampuan seperti itu, tapi apakah negara akan menggunakan, saya tidak tahu,” katanya.

Dengan aktif kembali menyuarakan Gerakan Non Blok, Indonesia bisa berperan untuk menghilangkan rasis ekonomi dan teknologi yang diciptakan Barat, yang menjadi sumber masalah perang Rusia-Ukraina saat ini.

“Saya kira juga Indonesia harus mempunyai keberanian untuk menarik aset milik negara di Amerika Serikat (AS) dalam menyikapi tensi geopolitik dunia saat ini,” sebut Dia.

Connie menilai apapun bisa terjadi di masa depan, dan kejadian yang menimpa Rusia bisa saja terjadi pada Indonesia. Aset Indonesia di AS saat ini, menurutnya angkanya sangat fantastis dalam bentuk dollar.

“Karena waktu itu dunia dipaksa untuk melakukan penghitungan dalam bentuk dolar, maka dollar kita yang tersimpan besar sekali jumlahnya. Saya tidak mau sebutkan berapa, tapi angkanya sangat membuat terkejut,” kata Connie.

Menurutnya jika terjadi sesuatu kedepan, tidak menutup kemungkinan AS bisa dengan mudah mengancam Indonesia dengan pembekuan, sebagaimana yang dilakukan AS kepada Rusia.

“Kita tarik aset dari sana, kita rubah mau ke Yen kan, Rubel kah, terserah tapi tidak lagi ke US dollar,” ujarnya.

Connie mengatakan, jika Rusia tidak belajar banyak dari Soekarno, Rusia kemungkinan sudah luluh lantak, karena dikeroyok oleh banyak negara.  Rusia, katanya, mandiri dalam sejumlah aspek, termasuk pangan, energi, ekonomi, politik hingga sumber daya alam maupun manusia sehingga bisa bertahan di tengah desakan sanksi barat.

“Sebab dia berdikari di dalam aspek-aspek strategis, airspacenya kuat, kemampuan teknologi informasinya kuat,” kata Connie.

Menarik aset Indonesia dari AS supaya kembali ke Indonesia penting saat ini. Connie mengatakan saat ini dunia tidak seimbang, pasalnya dari total kekayaan yang ada di dunia sebagian besar dikuasai negara barat. “Kita harus mandiri,” tegas Connie. (Ery)