Resesi Ekonomi 2023 Mengintai, Partai Gelora Minta Pemerintah Serius Hadapi Persoalan Memburuknya

by
Gelora Talk berrajuk ‘Waspada Resesi Ekonomi 2023, Mengintai. Bagaimana Kesiapan Indonesia?’, Rabu sore (19/10/2022). (Foto: GMC)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Pemerintah diminta serius menghadapi persoalan memburuknya perekonomian global yang mengancam ekonomi nasional. Pemerintah selayaknya tidak memandang ekonomi dalam kondisi baik-baik saja. Puluhan negara di dunia sudah menjalani masa krisis ekonomi.

Permintaan ini disampaikan Ketua Bidang Kebijakan Publik, DPN Partai Gelora Indonesia Ahmad Nur Hidayat  berbicara dalam Gelora Talk berrajuk ‘Waspada Resesi Ekonomi 2023, Mengintai. Bagaimana Kesiapan Indonesia?’, Rabu sore (19/10/2022).

Madnur demikian sapaan politisi Partai Gelora itu mengatakan, IMF memprediksi sekitar 31 negara akan mengalami krisis dari perputaran ekonomi dunia. FIT rating juga memperkirakan Amerika Serikat (AS), bakal memasuki masa krisis paling lambat Maret 2023, tak jauh berbeda dengan kondisi perekonomian Tiongkok yang juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan satu digit yang seperti biasanya double digit.

“Sejumlah negara tersebut, merupakan negara tujuan ekspor Indonesia. Tentu ini bakal mengalami guncangan. Investor nomer dua untuk Indonesia yakni cina juga bakal segera memasuki resesi,” terangnya.

Sementara, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menguraikan, bahwa kondisi sekarang ekonomi nasional tidak aman dan tekait hal ini pemerintah telah memberikan sinyalemen terhadap masyarakat, dunia usaha serta pemerintah daerah.

“Diperkirakan ekonomi 2023 masih mendung,” cetusnya seraya menuturkan, ada beberapa indikasi diantaranya, krisis perang Rusia Ukraina masih belum reda.

Kondisi Ini, menurut Tauhid, mendorong suplai gas ke Eropa jauh menurun, sedangkan masih ada kecenderungan kenaikan suku bunga global. Termasuk AS juga mengalami situasi yang sama.

Ditambah lagi permintaan masarakat di Inggris terhadap konsumsi terus meningkat, dengan diiringi inflasi yang berkepanjangan. Untuk bank sentral AS (The Fed) juga tidak mampu membendung naiknya suku bunga.

“Seperti diketahui The Fed ini, sebagai rujukan bank sentral berbagai engara. Saya kira bunga The Fed ini, mencari titik tengah sekitar 4,5% atau naik lagi sebesar 100 bps untuk meredam inflasi yang terus meninggi,” tuturnya.

Akibatnya, lanjut Tauhid, suku bunga Bank Indonesia serta perbankan nasional juga tentu bakal mengimbangi kondisi ini. Kalau tidak capital outflow bakal melonjak. Ini tentu berdampak terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar yang melemah.

“Bagi perusahaan yang memiliki utang tinggi, bakal sangat berisiko. Saya memperkirakan sekitar akhir tahun masih ada ruang naik suku bunga BI sekitar 25-50 bps. Untuk tahun depan, masih terbuka adanya peluang untuk menaikkan suku bunga lagi. Ini tentu membawa dampak terhadap cost of fund yang tinggi,” bebernya.

Menjadi persoalan juga, apabila tingkat ekspor tahun depan juga menurun. Beberapa harga komoditas dunia seperti kelapa sawit sekarang sudah menurun, sedangkan harga batubara diperkirakan masih tetap tinggi, meski ada sedikit peluang penurunan.

“Kemungkinan surplus tetap ada tapi menipis, bahkan ada kecenderungan deficit ekspor,” terangnya.

Capital Outflow Makin Deras

Menurut M Tauhid, kondisi perekonomian global yang tidak baik-baik saja ini, akan berdampak langsung terhadap sektor pariwisata seperti turis Eropa dan Amerika Serikiat dan sejumlah negara lainnya. Hal ini perlu dilakukan upaya khusus untuk mengatasinya.

“Pasar keuangan global bakal turun, capital outflow meningkat dan kondisi Indonesia tidak baik-baik saja,” terangnya.

Dalam perkembangan investasi untuk FDI, sekarang cenderung turun. IMF memprediksikan tingkat inflasi tahun ini sekitar 4,6% akan meningkat menjadi 5,5%. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5% dari tahun ini masih diperkirakan sekitar 5,3%.

“Ya tentu harus mencari alternative tujuan ekspor, sedangkan keuangan global (global player) mencari yield yang tinggi. Nah, obligasi pemerintah juga harus mengimbangi dengan tingkat kupon rate sekitar 7-8% tahun depan,” tuturnya. (Ery)