TK Pernah Berpesan ke Panda dan Pramono untuk Menjaga Putrinya

by
Ketua DPR RI, Puan Maharani. (Foto: Istimewa)

Oleh: Andoes Simbolon

SOSOK Puan Maharani semakin istimewa sejak menduduki Ketua DPR RI periode 2019-2024. Puan adalah perempuan pertama menjadi Ketua DPR RI dalam sejarah parlemen di Indonesia. Jabatan ini telah melambungkan namanya dalam kancah politik di Indonesia.

Bagi sejumlah negara di dunia, nama Puan  juga sudah tidak asing, karena sering mewakili lembaga DPR RI dalam forum pertemuan parlemen tingkat regional dan internasional.

Belakangan, namanya semakin populer seiring semakin seringnya muncul dalam pemberitaan di media. Tidak hanya  berita positif, sisi-sisi  negatif aktivitas Puan pun kerap di blow up khususnya di media sosial. Misalnya saat dia di sawah bersama petani atau teranyar, saat dia membagikan kaos ke masyarakat di sebuah daerah, tetapi tidak ada senyum dan marah. Karena ada yang aneh ia di bully.

Sebagai kader PDI P, nama Puan mencuat sebagai kandidat Presiden RI yang akan berlaga dalam Pilpres 2024. Memang belum ada kepastian, apakah Puan yang akan direkomendasikan sebagai capres atau tidak. Sebab seperti sudah diketahui publik, urusan pencapresan dari PDI P, sepenuhnya ditangan Megawati Soekarnoputri, yang tidak lain Ibu  kandung Puan Maharani sekaligus pucuk pimpinan di partai berlambang kepala banteng dalam lingkaran bulat ini.

Tetapi sambil menunggu titah dari Megawati Soekarnoputri, Puan sudah bergerak kemana-mana -kata orang bermanuver, melakukan pertemuan formal  dengan pimpinan partai politik lain dan bertemu dengan masyarakat di sejumlah daerah. Dalam pemberitaan disebutkan, langkah-langkah Puan tersebut berkaitan dengan tiket Pilpres 2024.

Dapat diperkirakan, pertemuan serupa masih akan berlanjut sebelum tiba waktunya penetapan capres oleh masing-masing partai dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Lebih menariknya, sudah banyak berdiri relawan Puan Maharani, yang maksud dan tujuannya tidak lain bentuk dukungan sebagai capres. Relawan ini sepertinya akan terus bertambah, baik yang diinisiasi kader banteng maupun masyarakat umum yang bersimpati kepada Puan Maharani.

Darah politik memang sudah mengalir dalam tubuh Puan Maharani. Dibanding dengan saudaranya yang ada, aktivitas politik Puan memang lebih menonjol. Hal ini bisa dimengerti, karena kedua orangtuanya adalah politisi. Ayahnya  almarhum Taufiq Kiemas atau akrab disapa TK, sejak mudanya merupakan aktivis pergerakan kemahasiswaan hingga anggota DPR RI dan terakhir Ketua MPR RI. Sedang Ibunya, Megawati Soekarnoputri sudah terjun ke dunia politik sejak tahun 1993 dan saat ini masih dipercaya sebagai Ketua Umum DPP PDI P, partai besar di Indonesia. Megawati sendiri pernah menjadi Wakil Presiden hingga Presiden RI.

Kakeknya pun, Soekarno atau Bung Karno adalah tokoh pergerakan kemerdekaan, Proklamator dan menjadi Presiden RI yang pertama sejak 1945 dan berakhir 1968. Jadi, jika Puan Maharani sekarang terjun ke politik atau politisi, itu tidak lain karena mewarisi dari kakek dan kedua orang tuanya. Tentu saja Puan banyak berguru dari Taufiq Kiemas dan Megawati Soekarnoputri, menimba pengalaman politik dari kedua orang tuanya. Terutama ketika Megawati di masa sulit dulu, Puan merasakan seperti apa Ibunya dijegal untuk meraih kursi ketua umum DPP PDI pada Kongres Luar Biasa (KLB) di Asrama Haji, Sukolilo Surabaya tahun 1993.

Pengalaman paling pahit yang dialami Megawati tahun 1996 pun ikut dirasakan oleh Puan Maharani, bagaimana Ibunya

dirong-rong oleh kekuasaan hingga tidak diakui sebagai Ketua Umum DPP PDI yang sah. Dia belajar keteguhan dan keyakinan atau konsistensi berpolitik Megawati serta kesetiaan bapaknya Taufiq Kiemas yang  terus mendampingi istrinya saat dirong-rong pada masa  itu. Banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa dipetik Puan dari kesulitan-kesulitan yang pernah menimpa Ibunya sendiri, seperti misalnya menghadapi kawan maupun lawan.

Terlebih Taufiq Kiemas, yang begitu menyayangi putri satu-satunya ini, berusaha membimbing Puan agar menjadi seorang politisi yang disegani oleh para politikus yang ada.

Seandainya saja TK masih ada, sudah pasti akan mengajari putrinya ini bagaimana berpolitik yang cerdas, serta membangun jaringan untuk memperluas dukungan dari berbagai elemen.

Dibalik itu, Taufiq Kiemas seperti mengkuatirkan karir politik Puan jika saatnya dia sudah tidak ada.

Sahabat Taufik Kiemas, Panda Nababan dalam buku dua otobiografinya ‘Lahir Sebagai Petarung’ berkisah tentang hal tersebut. Kepada Panda dan Pramono Anung, Taufiq secara khusus  berpesan kepada keduanya untuk menjaga putrinya itu. “Saya minta kalian berdua menjaga dia. Pan, kamu sudah punya pengalaman lama , terutama dengan Mega dan saya, Pram kan kuat di partai, jaga Puan di partai,” ucap Taufiq Kiemas suatu hari seperti diceritakan Panda dalam bukunya.

Tidak sampai disitu, Taufiq Kiemas kembali menekankan  pesannya tersebut. Dia harus menyampaikan hal itu jauh-jauh hari , dia minta supaya Panda dan Pramono tetap membantu dan menjaga Puan. Almarhum Taufiq Kiemas memang tidak salah menitip putrinya kepada keduanya, karena Panda dan Pramono termasuk politisi senior PDI P dan termasuk orang kepercayaannya. Khusus dengan Panda, Taufiq sudah bersahabat lama  sejak mereka masih sama-sama muda, pernah sama-sama dipenjarakan pasca kejatuhan Presiden Soekarno tahun 1965. Persahabatan mereka terus berlanjut di era Orde Baru hingga era reformasi. Mereka pun sempat  sama-sama duduk di Senayan.

Sangking akrabnya, kalau lagi ngobrol, mereka berdua cukup memanggil nama belakang masing-masing. Taufiq memanggil Panda cukup dengan ‘Pan’, sedang Panda memanggil Taufiq hanya menyebut ‘Fiq’. Ketika masih menjadi mahasiswi FISIP di UI, Taufiq Kiemas menitip Puan kepada Panda untuk belajar dan menimba pengalaman menjadi wartawan magang di majalah pimpinan Panda Nababan. Tentu saja permintaan Taufiq itu karena percaya kepada Panda untuk mendidik putrinya.

Pramono sendiri terbilang memiliki hubungan istimewa dengan keluarga Taufiq Kiemas, sejak dia menjadi Sekjen DPP PDI P, Wakil Ketua DPR RI dan sampai sekarang sebagai Menteri Sekretaris Kabinet (Menseskab). Meski sudah tidak berada di struktur PDI P, Pramono tetap diajak atau ikut dalam pertemuan-pertemuan politik Megawati dengan pihak lainnya, baik di rumahnya Megawati maupun di luar rumah. Tentu saja Pramono dulu ditarik dalam struktur partai karena alasan dan pertimbangan tersendiri Megawati dan mendapat restu dari Taufiq Kiemas, termasuk mengajukan Pramono sebagai Menseskab di pemerintahan Presiden Jokowi, tentu karena ada alasan yang kuat.

Seperti ingin bercerita dan minta doa restu, Puan setelah dipilih atau ditetapkan sebagai Ketua DPR RI, langsung berziarah ke makam ayahnya di TMP Kalibata. Hal yang sama juga dilakukan saat ada agenda pertemuan dengan Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar belum lama ini, Puan memilih tempat pertemuan di makam Taufiq Kiemas, mereka berziarah sekaligus berdoa di makam tersebut.

Memang sejauh ini belum pernah kita dengar Puan Maharani terang-terangan mengatakan kesiapannya sebagai capres. Sudah begitu banyak lembaga survey mempublikasikan hasil penelitiannya, tetapi Puan tetap tidak merespon kecuali bekerja, bekerja dan bekerja. Nama Puan muncul sebagai capres justru bukan dari dirinya, tetapi dari orang lain, atau dari dalam PDI P sendiri.

Satu hal yang perlu diingat, tidak ada yang salah jika Puan Maharani maju sebagai capres. Apalagi yang mencalonkan  partainya sendiri, itu sah saja  guna meraih jenjang politik yang lebih tinggi untuk suatu pengabdian pada masyarakat,  bangsa dan negara. Apalagi, Puan memenuhi syarat dan kriteria sebagai capres, sah dan lumrah saja dia dicalonkan. Selain usianya yang sudah matang, pengalamannya berpartai, pengalaman memimpin sebuah kementerian di pemerintahan Jokowi dan pengalaman di DPR RI, tak perlu diragukan untuk memimpin sebuah pemerintahan, ditambah lagi dengan dukungan dari partainya serta massa pendukungnya. ***