Pendidikan Nasional Sedang Tak Baik-baik Saja, Presiden Jokowi diminta Beri Perhatian

by
Sejumlah pengamat dan praktisi pendidikan sedang berfoto bersama seusai menggelar diskusi bedah buku karya Dharmaningtyas berjudul 'Pendidikan Rusak-rusakan' di Jakarta, Rabu kemarin. (Foto: Istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Para praktisi dan pengamat pendidikan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memberi perhatian sangat serius dan melakukan beberapa tindakan segera di bidang pendidikan. Sebab mereka melihat kalau bahwa pendidikan nasional sedang tidak baik-baik saja.

“Pak Jokowi, mohon berikan perhatian kepada pendidikan nasional. Saat ini telah terjadi komersialisasi, kapitalisasi dan politisasi guru, dan disorientasi arah pendidikan pada sekolah dasar dan menengah,” kata Praktisi dan Pengamat Pendidikan dari Taman Siswa, Dharmaningtyas atau akrab disapa Ki Tyas dalam keterangannya, Jumat (5/8/2022).

Ki Tyas bersama para praktisi dan pengamat pendidikan berkumpul dalam diskusi Bedah Buku ‘Pendidikan Rusak-rusakan’ karyanya sendiri di Sultan Residence, Jakarta, Rabu (4/8/2022) kemarin. Hadir sebagai narasumber Dhitta Puti Sarasvati, dari Yayasan Penggerak Indonesia Cerdas, Dr. Susetya Herawati, dari Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, dan Henny Supolo Sitepu, Ketua Yayasan Cahaya Guru (melalui zoom). Beberapa tampak hadir aktivis NU Circle Ki Dr. Bambang Pharmasetiawan dan Ahmad Rizali dan Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti Pontjo Sutowo.

Melanjutkan keteranganyannya, Ki Tyas pun melihat penyakit kronis di Perguruan Tinggi pun sama. Namun, penyebab rusaknya pendidikan di perguruan tinggi adalah komersialisasi, privatisasi, liberalisasi, dan orientasi pada gelar.

Bahkan menurutnya, telah terjadi gurita neoliberalisme dalam sistem pendidikan nasional. Praktiknya sedang terjadi dalam pendidikan dasar, menengah dan tinggi serta masuk dalam RUU Sisdiknas yang saat ini sedang dalam proses pembahasan.

“Gurita neoliberalisme akan melahirkan tenaga kerja yang tunduk pada kapitalis, menjadi alat reproduksi ideologi yang hanya menguntungkan kelas tertentu, dan pengelolaan pendidikan seperti pengelolaan perusahaan. Karena itu kami minta Presiden Jokowi serius menangani arah pendidikan nasional yang tercermin dalam RUU Sisdiknas ini,” tambah Ki Tyas.

Teror utamanya, lanjutnya, akan terjadi mandeknya kesadaran kritis dan emansipatoris peserta didik serta melumpuhkan ingatan historis dan kebangsaan. Secara teknis, Ki Tyas juga menyoroti merosotnya wibawa dan status sosial guru karena terjadi marginalisasi guru di bidang ekonomi, sosial dan budaya. Otonomi PTN menjadi PTNBH juga dianggap telah mengenalkan komersialisasi pendidikan nasional.

“Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa kita,” ujarnya seraya menguraikan dampak terbesar dari arus komersialisasi yang harus dipikirkan adalah posisi anak-anak miskin dan tidak pintar dalam kuadran kehidupan nanti.

Menurutnya, posisi anak-anak ini akan selalu menempati posisi dalam kehidupan sebagai buruh tidak terampil, pekerja informal kelas bawah dan bukan mustahil menjadi pengangguran dan pelaku kriminalitas serta pekerja asosial lainnya.

Pada kesempatan diskusi, Dhita Puti Sarasvati menyoroti ada lima kritik dalam buku ini. Pertama, pendidikan nasional telah tunduk pada aturan pasar. Kedua, telah terjadi privatisasi aset publik. Ketiga, melemahnya peran pemerintah.

Keempat, penghapusan konsep untuk kepentingan umum dan ini melawan pembukaan UUD 1945. Kelima, memangkas kebijakan publik untuk layanan sosial.

Puti mengingatkan makna pendidikan seharusnya mengajarkan kemandirian dalam hidup agar tidak banyak tergantung orang lain, dan dapat menghindari diri kita dari proses pembodohan. Pendidikan juga harus membangun kepercayaan diri sebagai manusia (individu, kelompok, bangsa) agar dapat berdiri tegak di antara manusia-manusia lain.

“Pendidikan harus mencerdaskan otak kita, membukakan pikiran dan hati kita agar dapat mengetahui yang baik dan benar, serta memiliki kepercayaan diri yang kuat berdasarkan akumulasi pengetahuan yang kita miliki serta mengajarkan kepada kita semua bagaimana menghargai orang lain yang tidak semata didasarkan pada kekayaan material, tetapi lebih didasarkan pada harkat dan martabat sebagai manusia itu sendiri,” tegas Puti.

Pendidikan Manusia

Sementara Henny Supolo menyoroti pendidikan manusia harus lebih manusiawi. Sedangkan Dr.Susetya Herawati mengingatkan kembali prinsip pendidikan Ki Hajar Dewantara.

“Maksud pendidikan di sini adalah sempurnanya hidup manusia sehingga bisa memenuhi segala keperluan hidup lahir dan batin yang kita dapat dari kodrat alam. Pengetahuan dan kepandaian janganlah dianggap sebagai maksud dan tujuan, melainkan alat dan perkakas. Bunganya, yang kelak akan jadi buah, itulah yang harus diutamakan. Bunganya pendidikan adalah matangnya jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan yang tertib dan suci serta bermanfaat bagi orang lain,” kata Dr. Susetya. (Asim)