Pembantunya Sibuk Kampanye Jelang Pemilu 2024, Anis Matta: Kinerja Pemerintahan Jokowi Kian Terpuruk

by
pembantunya, Jokowi
Presiden RI, Joko Widodo. (Foto: istimewa)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Kinerja pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini semakin terpuruk, karena para menterinya sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024. Padahal sebagai pembantu presiden, kemampuan teknis seorang menteri dibutuhkan untuk mengatasi kompleksitas krisis berlarut saat ini, bukan sibuk mempersiapkan pertarungan politik berikutnya

Demikian disampaikan Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk ‘Kasak Kusuk Politik Aji Mumpung 2024, Bagaimana Sikap Presiden?’, yang digelar secara daring, Rabu (18/5/2022) petang.

Seseorang yang menjadi pembantu presiden, menurut Anis Matta, seharusnya menggunakan seluruh resources yang ada dalam departemennya untuk membantu presiden menjalankan tugas-tugasnya, bukan malah melakukan kerja-kerja politik di luar itu.

“Manuver politik dari para menteri dalam rangka sosialisasi pencapresan atau berupaya membentuk koalisi baru, justru menimbulkan persoalan moral dan etika, serta kontradiksi kompleksitas sistem presidensial,” cetusnya.

Dalam sistem presidensial, lanjut mantan Wakil Ketua DPR RI itu, para menteri adalah pembantu presiden yang diangkat dengan asumsi memiliki kemampuan teknis dalam bidang yang ditunjuk oleh presiden. Karena jabatan kementerian adalah jabatan yang tidak dipertaruhkan melalui pemilihan, melainkan pengangkatan.

“Tapi sayangnya, begitu presiden memasuki paruh kedua dari periode masa kerjanya, para menteri justru sibuk menyiapkan pertarungan berikutnya. Hal ini, tentu saja sangat disayangkan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional,” sindir Anis.

Karena itu, ia berharap Presiden Jokowi tidak membiarkan kondisi tersebut, hanya melihat saja para menterinya menggunakan jabatannya untuk melakukan kerja-kerja politik atau berkampanye secara terselubung. Sebab, kompleksitasnya masalah sekarang membutuhkan perhatian serius dari seorang presiden dengan dibantu para menteri yang memiliki kemampuan teknis.

“Presiden tidak bisa membenarkan kelemahannya, ini memang bagian dari kompleksitas masalah sistem presidensil. Tetapi nanti kalau kita hidup 10-20 tahun lagi, kita mengenang ini sebagai periode Pak Jokowi, bukan periodenya Airlangga Hartarto. Karena kita mengenal satu nama yang bertanggungjawab dalam periode itu, yaitu presiden,” katanya.

Presiden Jokowi akan menghadapi ujian berat dalam 2,5 tahun di sisa masa jabatannya. Karena itu, presiden harus mampu memfaslitasi semua tujuan besarnya di tengah kompleksitas masalah sekarang, sehingga dapat meninggalkan legacy yang baik saat mengakhiri jabatannya, demikian Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia. (Jimmy)