Pemilu 2024 dan Tantangan Demokrasi Indonesia

by
Pemilu 2024. (Ilustrasi/Foto: Ist)

SEBAGAI negara yang memilih sistem demokrasi, Indonesia secara reguler dan periodik melaksanakan pemilihan umum (pemilu). Pemilu menjadi mekanisme untuk memilih pemimpin, baik sebagai pimpinan di lembaga eksekutif, maupun legislatif. Baik yang diusulkan oleh partai politik maupun jalur perseorangan. Keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk turut serta berkompetisi dalam ruang demokrasi.

Belajar dari pengalaman pelaksanaan pemilu sejak pemilu pertama di tahun 1955 pada masa pemerintahan Soekarno, dilanjutkan pada masa orde baru dan pasca reformasi, kita menyaksikan secara umum kondisi keamanan jelang dan pasca pemilu di tanah air relatif aman.

Tidak ada krisis keamanan dan krisis politik yang mengikuti proses penyelenggaraan pemilu. Namun, selalu terjadi ketegangan antarpendukung yang menghangatkan suhu sosial dan politik. Hal ini terjadi karena tema kampanye yang disampaikan para kontestan menciptakan polarisasi dan pemisahan sosial politik secara diametral di tingkat akar rumput dan jagat media sosial.

Dengan dinamika yang demikian, demokrasi sering juga disebut sebagai “civilized conflict.” Di mana politik membelah kondisi sosial masyarakat sesuai dengan misi politik yang diusung oleh para kontestan yang berkompetisi.

Sebagai negara demokrasi terbesar ke empat di dunia, Indonesia tidak terlepas dari kondisi tersebut. Negara kepulauan dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa dengan luas wilayah yang mencakup 34 propinsi dan 514 kabupaten serta 98 kota, proses demokrasi melalui pemilu menjadi bagian dari peradaban politik di Indonesia.

Beberapa catatan penting dari perjalanan demokrasi di Indonesia saat ini, dapat dilihat dari sisi pembiayaan pemilu, kualitas output kepemimpinan dan kompetensi pengelolaan birokrasi pemerintahan, serta outcome tentang kondisi kehidupan masyarakat.

Pertama, Indonesia menghadapi banyak persoalan dalam bidang perekonomian, khususnya kesiapan rutin APBN dan APBD untuk menggerakan birokrasi pemerintahan dan pembangunan. Karenanya, penyelenggaraan pemilu yang efisien dan efektif sangat diperlukan di masa yang akan datang. Rasionalisasi diperlukan dengan menyesuaikan perencanaan penyelenggaraan pemilu dengan kondisi keuangan negara.

Hal lain yang juga patut dipikirkan adalah bagaimana cara mengefektifkan proses elektoral melalui pemanfaatan teknologi. Sehingga, tidak banyak waktu terbuang untuk berdebat dalam ketegangan tentang siapa yang berhasil memenangkan kontestasi.

Kedua, pemilu adalah upaya yang dilakukan oleh rakyat untuk mencari pemimpinnya, baik di daerah hingga di tingkat pusat. Pemimpin yang memiliki visi, gagasan, serta memenuhi prasyarat kompetensi standar kepemimpinan dalam birokrasi dan juga tentunya wawasan kebangsaan.

Dibutuhkan pemimpin dengan standar kompetensi dan wawasan kebangsaan yang baik. Karena pemerintahan sejatinya adalah konsorsium politik birokrasi yang mengorkestrasi sumber daya pemerintahan untuk menggerakkan roda pembangunan nasional.

Dalam standar umum organisasi birokrasi yang dikelola secara modern, kompetensi kepemimpinannya menyesuaikan pada setiap level mulai dari kepemimpinan daerah sampai dengan nasional, sesuai dengan standar kompetensi yang telah diatur melalui berbagai peraturan.

Menjadi sesuatu yang absurd manakala pada level pimpinan teknis syarat kompetensi diberlakukan, namun pada level kepemimpinan puncak baik di daerah maupun di tingkat nasional syarat kompetensi kepemimpinan seperti ini justru kurang mendapat perhatian.

Ketiga, apakah pemilu yang sudah kita laksanakan selama ini memberikan kontribusi bagi perbaikan kehidupan masyarakat dan memperkokoh republik yang diimajinasikan oleh para pendiri bangsa ?

Pemilu dalam sistem yang demokratis harus memberikan outcome terhadap perbaikan kondisi kehidupan masyarakat melalui relasi pembangunan antara pemerintah dan masyarakat yang saling menjalankan hak dan kewajibannya.

Dalam sistem demokrasi masyarakat menjadi bagian dari konsorsium pemerintahan untuk menjawab tantangan persoalan antara pemerintahan dan negara. Relasi antara negara dan masyarakat dalam sistem demokrasi mempertemukan konsensus sosial dan politik yang menjadi point utama dalam sistem check and balances.

Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat menjadi tolak ukur dari keberhasilan sebuah pemerintahan. Indikator keberhasilan dapat dilihat dari terus membaiknya pelayanan pemerintah terhadap pemenuhan hak-hak dasar masyarakat baik dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya.

Sedangkan kewibawaan negara tercermin pada wajah pemerintahan yang semakin dipercaya dan bertanggungjawab dalam menjalankan mandat konstitusionalnya.

Demokrasi sejatinya didasarkan pada ruang kompetisi tentang strategi dan upaya politik pemerintahan dalam menyusun program strategis pembangunan nasional. Perencanaan yang terkait dengan upaya bersama dalam menjalankan mandat konstitusi. Perbedaan pilihan politik dalam proses demokrasi tidak boleh merusak nilai kesatuan nasional yang dibangun berdasarkan prinsip Satu Nusa dan Satu Bangsa .

Harmoni sosial dalam kebhinekaan menjadi hal yang fundamental dalam konsep kesatuan dan persatuan nasional. Praktek politik pecah belah yang mengakibatkan disharmoni sosial dan mengganggu kesatuan nasional harus dapat dicegah dan dilarang menggunakan aturan yang dapat melindungi bagi semua pihak.

Negara wajib hadir untuk memastikan bahwa konstestasi pemilu dapat dilaksanakan dengan cara yang beradab. Kita harus belajar dari sejarah bagaimana politik kolonial “ devide et empera “ membuat bangsa ini terjajah selama beratus tahun lamanya.

Pemilu 2024 menjadi momentum bagi bangsa Indonesia untuk melakukan konsolidasi demokrasi. Sebuah konsensus sosial dan politik seluruh elemen bangsa demi kemajuan Republik Indonesia yang kita cintai dengan rakyat yang sejahtera.

Sebuah ikhtiar yang membutuhkan kesadaran kolektif, kerelaan, dan sikap kenegarawanan bersama, bahwa pemilu bukanlah sekedar ritual seremonial lima tahunan semata. Dan demokrasi belum cukup dianggap selesai hanya dengan pemilu.

Pemilu 2024 adalah momentum kesejarahan kita untuk melahirkan kepemimpinan yang setia pada amanat konstitusi, menjadikan Indonesia negeri yang Merdeka, Berdaulat, serta Adil dan Makmur.

Yogyakarta, 9 Mei 2022.

*DR. Andry Wibowo Sik, Msi* –  (Doktor Ilmu Kepolisian Bidang Konflik Identitas, Mantan Anggota Pasukan Perdamaian PBB di Bosnia Herzegovina)