Kripto Kena Pajak? Begini Respon Pimpinan DPR RI

by
Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar saat menghadiri Talkshow bersama Pelaku Usaha di Paviliun Indonesia COP26 UNFCCC Glasgow. (Foto: Pemberitaan DPR)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Para investor yang melakukan transaksi uang kripto alias cryptocurrency dan layanan teknologi finansial (fintech) di dalam negeri sudah mulai harus bersiap-siap untuk memberikan sebagian dari keuntungan transaksinya untuk pajak. Kabarnya Pemerintah berencana mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi jaman now ini.

Wakil Ketua DPR RI bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar kepada media di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/4/2022), mendukung rencana pemerintah tersebut.

Menurut Muhaimin, skema pajak atas transaksi kripto dan layanan fintech dapat dijadikan sumber pendapatan baru negara.

“Transaksi kripto dan fintech sekarang kita tahu begitu besar. Pelanggannya juga jutaan orang. Jadi saya dukung aturan pengenaan PPh dan PPN untuk mereka, sekaligus ini bisa jadi sumber pendapatan baru bagi negara,” katanya.

Gus Muhaimin sapaan akrab politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengutip laporan Kementerian Perdagangan yang menyebut nilai transaksi aset kripto mencapai Rp64,9 Triliun pada 2020 dan tercatat Rp859,4 Triliun pada tahun lalu. Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022, tercatat sebesar Rp83,3 Triliun.

“Transaksi sebesar dan sebanyak itu tentu saja bisa meningkatkan pendapatan pajak negara. Jadi sudah sepatutnya dioptimalkan,” tutur Gus Muhaimin.

Ketua Umum PKB ini juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengkaji dan berkoordinasi dengan pengusaha transaksi aset kripto maupun Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) terkait besaran tarif pajak yang akan dikenakan.

“Saya minta lembaga terkait seperti Kemenkeu dan AFTECH saling berkoordinasi berapa besaran pajaknya nanti. Harapan saya pengenaan pajak tidak terlalu memberatkan para trader aset kripto maupun nasabah fintech yang berdampak pada berkurangnya transaksi hingga perpindahan trader ke transaksi exchange luar negeri,” ujar Gus Muhaimin.

Di sisi lain, keponakan Gus Dur ini juga mendorong Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menyosialisasikan aturan pengenaan PPh dan PPN kepada perusahaan penyelenggara transaksi aset kripto, perusahaan fintech, maupun kepada masyarakat selaku trader dan nasabah.

“Oya sosialisasinya harus masif dong. Jangan nanti terkesan pemerintah asal narik pajak saja oleh para pengusaha dan trader. Kalau masif saya yakin mereka juga mengerti, karena ini juga untuk kebaikan Indonesia, kebaikan kita bersama,” tukasnya. (Jal)