Orang Indonesia Lebih Resilien Jika Lebih Banyak Emosi dan Pengalaman Positif

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Sebagai bagian dari kegiatan Dies Natalis ke-61 Fakultas Psikologi (F.Psi) Universitas Indonesia yang bertema “Resiliensi untuk Negeri”, panitia Dies Natalis yang merupakan alumni FPsi UI angkatan tahun1 1989, 1990 dan 1991, melakukan penelitian berjudul Resiliensi Orang Indonesia.

Hasil penelitian tersebut dipaparkan dalam beberapa webinar yang akan dilaksanakan pada tanggal 10, 17, 31 Juli, dan 14 Agustus 2021. Tim peneliti terdiri dari Rocky A. C. Hatibie, S.Psi, Psikolog, Dr. Bagus Takwin, S.Psi., M.Hum., Psikolog, Dr. Dyah Triarini Indirasari, S.Psi., M.A., Psikolog, Tommy Hariman Siddiq, S.Psi., M.M., Psikolog, Linawaty Mustopoh, S.Psi., Psikolog, Isdar Andre Marwan, S.Psi., Psikolog.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keadaan dan faktor-faktor resiliensi orang Indonesia serta merekomendasikan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan resiliensi, kesehatan mental dan kebahagiaan. Resiliensi sendiri adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan bangkit kembali setelah mengalami kejadian yang penuh dengan tekanan, tragedy dan trauma.

Pengambilan data dilakukan secara daring pada periode akhir Mei hingga awal Juni 2021. Data diperoleh dari 5817 responden dengan kisaran usia 18 hingga 82 tahun. Responden terdiri dari kelompok profesional (konsultan, pengacara, psikolog, dokter, arsitek, pekerja seni, dan lain-lain), karyawan, guru, dosen, mahasiswa, wirausahawan, tenaga lepas, pekerja di sektor informal, dan ibu rumah tangga yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia. Mayoritas responden adalah guru, karyawan, dan mahasiswa.

Ada beberapa temuan penelitian ini. Secara umum, rata-rata resiliensi orang Indonesia tergolong rendah. Artinya, mereka sulit untuk kembali ke keadaan semula setelah mengalami kejadian sulit yang traumatis. Mereka cenderung tidak tahan terhadap tekanan atau rasa sakit serta cenderung pesimis melihat masa depan ketika mengalami situasi yang menekan dan membuat mereka terpukul.

“Dalam situasi tak menentu akibat pandemi Covid-19, secara umum orang Indonesia tampaknya mampu mempertahankan kondisi kesehatan mentalnya. Namun, jika situasi sulit dan menekan berlangsung berkepanjangan, kondisi resiliensi yang rendah ditambah dengan adanya gangguan mental yang dirasakan, termasuk gangguan depresi, dapat menurunkan kondisi kesehatan mental seseorang,” demikian dijelaskan oleh Ketua Tim Peneliti, Rocky Hatibie.

Gangguan-gangguan Mental

Bagus Takwin selaku Peneliti Utama dalam tim ini memaparkan, “Penelitian ini juga menemukan adanya gangguan-gangguan mental yang dapat menurunkan kesehatan mental, di antaranya sulit berkonsentrasi, tidak merasa puas dengan apa yang dijalani, sulit mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal-hal ini perlu diwaspadai karena jika gangguan mental berlangsung terusmenerus akan menurunkan kesehatan mental dan memunculkan gangguan mental lainnya”.

Mahasiswa adalah kelompok yang memiliki rata-rata resiliensi paling rendah, begitu juga dengan guru dan ibu rumah tangga. Jika dilihat dari prosentase jumlah orang yang memiliki resiliensi rendah, pekerja informal adalah kelompok yang lebih banyak memiliki resiliensi rendah dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Pada kelompok profesional, meskipun memiliki resiliensi yang rendah, namun resiliensi mereka masih lebih baik dibanding kelompok lain. Dari seluruh responden, kelompok dosen yang memiliki resiliensi paling tinggi.

Penelitian ini juga menemukan faktor yang paling berpengaruh pada resiliensi adalah afek positif. Afek positif adalah kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi positif, serta berinteraksi dengan orang lain dan mengatasi tantangan hidup secara positif. Temuan ini menunjukkan semakin sering seseorang mengalami afek atau emosi positif, maka semakin baik pula resiliensinya.

Sebaliknya, semakin banyak seseorang mengalami afek negatif dan gangguan depresi, semakin rendah resiliensinya. Semakin tinggi kesehatan mental dan kepuasan hidup seseorang, semakin tinggi pula resiliensinya. Dalam situasi saat ini, seseorang bisa memiliki resiliensi yang rendah walau ia tetap merasa puas dengan hidupnya.

“Harapan kami, hasil penelitian ini dapat menjadi suatu bahan intervensi dari berbagai stakeholder guna meningkatkan ketangguhan kita sebagai bangsa. Ini merupakan salah satu upaya dunia pendidikan. Dalam hal ini, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia siap membantu usaha intervensi tersebut, yang juga merupakan bagian dari layanan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia kepada masyarakat,” demikian yang diutarakan Dekan Fakultas Psikologi UI, Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A.

Webinar yang diselenggarakan juga akan mengetengahkan cara untuk meningkatkan kesehatan mental, resiliensi dan kebahagiaan. (Kds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *