BNPT Ingin Tetapkan OPM Sebagai Organisasi Teroris, Filep: Pemerintah Tak Mau Belajar dari Gus Dur

by
Anggota DPD RI dapil Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, SH.,M.Hum. (Foto: Humas DPD)

BERITABUANA.CO, JAKARTA – Usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menjadi Kelompok Kriminal bersenjata (KKB) dan organisasi Papua Merdeka (OOPM) sebagai organisasi teroris, mendapat sorotan tajam Anggota DPD RI Dapil Papua Barat, Filep Wamafwa. Dina menilai kalau minset pemerintah tidak berubah, terus melakukan pressure terbukti gagal sejak lama.

“Titik tekannya adalah Pelanggaran HAM yang terjadi sudah sejak puluhan tahun. Itu yang seharusnya diselesaikan. Dari dulu kita usulkan pendekatan dialog,” tegas Filep dalam keterangan persnya, Rabu (24/3/2021).

Diketahui, pada Senin, 22 Maret 2021 dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Polisi Rafli Amar membuka peluang untuk diusulkannya KKB dan OPM menjadi organisasi teroris. Usulan tersebut akan diteruskan dalam ajakan diskusi bersama Komnas HAM serta perwakilan di DPR RI.

Melanjutkan pernyataannya, Filep mengatakan kalau pemerintah memang memiliki kewenangan berdasarkan kekuasaan dan peraturan perundang-undangan, untuk menentukan suatu kebijakan terkait keamanan dan ketertiban di wilayah NKRI. Namun, ia kembali menekankankan bahwa kerusuhan dan kekacauan di Papua adalah persoalan kompleks.

“Kekecewaan masyarakat bukan hanya pada OPM tapi pada pelaku pelanggaran HAM yang juga dilakukan oleh oknum Aparat negara. Jadi menurutnya saya, fokus pemerintah yang utama adalah penuntasan sejumlah kasus pelanggaran terhadap warga sipil di Papua,” katanya.

Apalagi, menurut Filep, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM)) dan Peradilan HAM menuntut diselesaikannya berbagai pelanggaran HAM di Papua, yang dilakukan atas nama penegakan keamanan dan ketertiban di Papua.

“Jadi fokus negara tidak sekadar menetapkan KKB/OPM sebagai teroris. Yang utama dan yang pertama ialah berkewajiban menuntaskan pelanggaran HAM berat yang dilakukan oknum-oknum militer terhadap warga sipil sebagaimana hasil temuan Komnas HAM dan pihak-pihak lain misalnya dari agama, adat, dan lembaga internasional,” urainya.

“Minset Pemerintah kok tidak berubah ya. Melakukan pressure terbukti gagal sejak lama. Titik tekannya adalah Pelanggaran HAM yang terjadi sudah sejak puluhan tahun. Itu yang seharusnya diselesaikan. Dari dulu kita usulkan pendekatan dialog,” ujar Filep menambahkan.

Filep melanjutkan bahwa pemerintah harus membuka mata dan memikirkan semua hal tersebut. Perspektif yang diambil menurutnya harus dari dua pihak, bukan sekadar dari cara pandang Pemerintah saja.

“Secara teoritis, harus ada keadilan sebagai kejujuran, justice as a fairness, supaya jangan ada persoalan baru lagi di mana warga sipil menjadi korban akibat pengambilan kebijakan sebagaimana usulan BNPT tersebut,” tambahnya lagi.

Dia menyebut bahwa upaya diplomasi pernah berhasil di era almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurutnya, Gus Dur telah menunjukkan contoh yang patut dengan membuka ruang dialog yang egaliter, sehingga mampu menggugah rasa cinta Orang Papua terhadap Pemerintah.

“Era tersebut bisa menjadi acuan Pemerintah dalam mengambil kebijakan. Selain itu belajarlah juga pada Soekarno yang melakukan diplomasi cerdas, berjumpa dengan tokoh-tokoh yang mencari keadilan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan yang menunjukkan kewibawaan Pemerintah,” ujarnya.

Akhirnya sebagai Senator Papua Barat, Filep mempertanyakan semua janji Presiden di berbagai forum, terkait penuntasan pelanggaran HAM di Papua. Menurutnya, janji-janji tersebut hanya berjalan di tempat.

“Bagaimana rakyat bisa percaya pada Pemerintah bila semua janji tersebut tidak ditepati? Apa gunanya semua rekomendasi lembaga-lembaga independen di bidang HAM terhadap Pemerintah, bila semua hanya berpikir soal pendekatan represif? Jika warga sipil terutama Orang Papua menjadi korban dalam kebijakan selanjutnya, maka sebaiknya dibuka ruang dialog yang bermartabat agar keadilan itu lebih berdampak kepada masyarakat sipil,” tutup senator Papua Barat tersebut. (Rls)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *