Yuk Ngaji Budaya Menelisik Kiprah Sastrawan SM Ardan

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA- Tahun 1980-an kawasan Kuningan, Jakarta Selatan,  sudah mulai tumbuh menjadi kawasan bisnis selain kawasan Thamrin-Sudirman. Di antara gedung-gedung perkantoran di sana, ada seorang sastrawan yang tenang pembawaannya dan lembut bicaranya. Ia berkantor di Gedung Pusat Film Usmar Ismail yang sampai saat ini masih ada di kawasan yang dikenal sebagai Kawasan Pasar Festival. Sastrawan itu adalah SM Ardan, seniman Betawi yang turut berperan dalam kebangkitan lenong, topeng Betawi dan seni budaya Betawi lainnya.

SM Ardan tidak lahir di Jakarta. Ia lahir 89 tahun lalu, tepatnya tanggal 2 Februari 1932, di Medan, Sumatera Utara. Nama aslinya adalah Syamardan, namun orang lebih mengenalnya sebagai SM Ardan. Menurut budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, ayah SM Ardan  adalah seorang putra Betawi yang merantau ke Medan. Maka boleh dibilang Syamardan adalah anak Betawi kelahiran Medan. Dari Medan ayahnya kemudian membawanya balik ke Jakarta, dan kembalilah ia ke habitat aslinya, yaitu Betawi. Ardan lalu tumbuh besar dalam lingkungan budaya masyarakat Betawi yang kemudian mewarnai karya-karyanya.

Tercatat pendidikan terakhinya sebagai siswa Taman Madya Taman Siswa, Jakarta (1954). Ia pun kemudian banyak menulis cerpen. Selain sebagai sastrawan, SM Ardan pernah juga bekerja sebagai wartawan menjadi redaktur Arus tahun 1954, Genta (1955-1956), Trio (1958), Abad Muslimin (1966), dan Citra Film (1981-1982). Sejak 1950-an ia menjadi wartawan film pada majalah Violeta. Yang menarik lagi, dia juga pernah menjadi wartawan olahraga di harian Suluh Indonesia.

Banyak tulisan dan karya sastra yang telah terbit dari kepiawaiannya. Ia gemar menggunakan dialek Betawi dalam tulisan-tulisannya. Dalam pengantar buku “Terang Bulan, Terang di Kali: Cerita Keliling Jakarta” sastrawan Ajip Rosidi  mengungkapkan tulisan-tulisan S.M Ardan biasa menggunakan pemakaian bahasa sederhana yang diambil dari dialek Betawi sehari-hari. Kisahnya banyak menceritakan nasib orang kecil .

Kritikus satra HB Jassin, menyatakan bahwa S.M Ardan telah banyak mengilhami karya-karya sastra baru di Indonesia pada kurun waktu tahun 1950 sampai dengan 1990. Selain cerita pendek, novel dan skenario film, SM Ardan juga pernah pernah bekerja di Sinematek Indonesia di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail dan juga pernah menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta. “Semua orang bertanya pada dia tentang perfilman Indonesia. Karenanya SM Ardan juga dijuluki sebagai kamus berjalan sinematek Indonesia,” kata budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra.

Nah, lebih jauh tentang kiprah dan sosok SM Ardan yang lebih dikenal sebagai seniman dan budayawan Betawi, bisa Anda simak dalam diskusi budaya yang digelar oleh Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), hari Kamis, tanggal 4 Februari 2021, bersama-sama Julianti Parani, Idrus F Shahab dan Zen Hae dan JJ Rizal, dengan tema  “89 Tahun SM Ardan Sastra, Teater, Film dan Perempuan”.

Diskusi santai ini digelar secara virtual dan terbuka untuk umum melalui Zoom, :

 ID: 865 5186 0809

Passcode: 521188

Diskusi dalam gelaran Ngaji Budaya ini selalu hadir pada setiap Kamis sore, berlangsung LIVE diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB). (syd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *