Pati Miliki Kriteria Sebagai ‘Scholar Warrior’ Cocok Pimpin TNI

by

BERITABUANA.CO, JAKARTA– Pengamat Militer dan Intelijen Dr. Susaningtyas Kertopati mengatakan bahwa wabah Covid-19 merupakan ancaman nirmiliter. Ancaman nirmiliter ini, lanjutnya berbeda dengan ancaman militer dan ancaman nonmiliter.

“Ketiganya kini dikenal sebagai ancaman hybrida dan telah merubah perspektif ancaman di masa mendatang,” ucap Susaningtyas Kertopati lewat keterangannya, Jumat (13/11/2020).

Karenanya, senjata biologi dan pertahanan negara anti senjata biologi merupakan ilmu pengetahuan yang harus dikuasai TNI.

“Pada masa depan ancaman Nubika (Nuklir, Biologi, Kimia) harus masuk dalam kewaspadaan kita. Para Prajurit TNI kini dituntut memiliki kemampuan tempur konvensional dan kemampuan tempur kontemporer,” jelasnya.

Tuntutan kemampuan di masa depan tersebut, katanya juga harus menjadi agenda pimpinan TNI yang baru. Selain itu, latar belakang penugasan operasional juga harus dilengkapi dengan pengalaman pendidikan.

“Sebenarnya Panglima TNI sangat bagus bila memiliki tingkat intelektual yang tinggi, dijabat oleh Pati yang memiliki kriteria sebagai Scholar Warrior. Hal itu semua berkaitan erat dengan kondisi yang ada di banyak negara saat ini dimana tengah menyusun kebijakan baru terkait defence shifting yang lebih mengarah pada prinsip efisiensi operasi militer dan interoperabilitas,” tuturnya.

Nuning, begitu biasa disapa mengungkapkan bahwa hal ini fundamental untuk menghadapi kompleksitas karakteristik ancaman terkini.

“Efisiensi operasi militer sangat dimungkinkan dengan mengadopsi teknologi terkini, sehingga capaian operasi lebih efektif dengan sumber daya sehemat mungkin. Teknologi terkini yang paling mendominasi defence shifting adalah Unmanned System. Diantaranya adalah Unmanned Aerial Vechile (UAV), Unmanned Surface Vechile (USV) dan Unmanned Sub-Surface Vechile (USSV),” ungkap Nuning.

Selain itu, seiring dengan perkembangan internet of things (IoT), prioritas berikutnya adalah memperkuat pertahanan siber (cyber defence). “Saat ini, peretasan ke Infrastruktur kritis, pencurian data strategis, spionase, propaganda di media sosial, terorisme dan berbagai ancaman siber lainnya sudah berlangsung di berbagai belahan dunia,” ucap Nuning.

Oleh karena itu, banyak negara tengah merumuskan strategi untuk menghadapi ancaman siber.

“Kedua macam teknologi tersebut mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus menghadapi ancaman Hybrid Warfare. Karakteristik dan ciri utama dari ancaman ini adalah kombinasi strategi perang konvensional dan non-konvensional, termasuk serangan siber, tekanan ekonomi, tekanan diplomatik, penggunaan proksi non state actor, propaganda di media sosial hingga pemberontakan yang menyebabkan adanya kudeta terhadap suatu pemerintahan yang berdaulat,” katanya.

“Maraknya perang kognitif dan perang persepsi juga membutuhkan penanganan dengan methode yang tepat, agar tak menyebabkan disintegrasi bangsa,” sambung mantan Anggota Pertahanan DPR RI ini.

Untuk itu, pemahaman defence shifting harus menjadi pertimbangan utama Panglima TNI kedepan melakukan transformasi di tubuh TNI untuk menjadi kekuatan militer yang disegani di kawasan. Transformasi ini erat kaitannya dengan meningkatkan kemampuan intelektual SDM di tubuh TNI.

“Terkait dengan ancaman tentu kita juga harus fokus pada ancaman wilayah laut. Pelanggaran wilayah perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna sudah berulang kali terjadi dengan modus yang sama, yaitu diawali dengan masuknya kapal ikan Cina yang kemudian di-back up oleh China Coast Guard (CCG),” ujarnya.

Ia menambahkan, pelanggaran ini terjadi berulang karena Cina bersikeras melakukan klaim atas sebagian besar perairan Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dashed Lines. “Jadi, penting dipahami bahwa Cina tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Pulau Natuna dan Laut Teritorial Indonesia di Laut Natuna. Klaim Cina atas Nine Dashed Lines tumpang tundih dengan sebagian perairan ZEE Indonesia di Laut Natuna,” tegasnya.

Panglima TNI Baru dari Matra Apa?

Terkait hal ini, Ia pun ikut memberikan penjelasannya. Menurut dia, terkait pergantian Panglima ada tradisi bergantian antar Matra TNI, tapi itu bukan diatur secara formal melalui regulasi. “Jadi probabilitasnya sama dari ketiga Matra TNI,” kata Nuning.

Hanya saja, lanjut Nuning, oleh karena Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dari TNI AU, maka kita bisa berspekulasi bahwa penggantinya bisa dari TNI AD atau TNI AL. Padahal, semua ini hak prerogatif Presiden.

“Memang, eskalasi ancaman sering dijadikan salah satu kriteria pemilihan Panglima TNI, tetapi hal ini meskipun penting tapi tidak mutlak,” tutup Nuning. (Fadl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *