BERITABUANA.CO, JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, mengeluarkan pernyataan tegas yang menyita perhatian publik. Dalam rapat internal bersama para pejabat struktural Pemprov DKI, Pramono menyampaikan bahwa dirinya tak segan meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana yang mencurigakan dari jajarannya.
Pernyataan ini menjadi sinyal kuat bahwa era pembiaran terhadap korupsi dan penyalahgunaan kewenangan tak lagi diberi tempat dalam birokrasi Jakarta.
“Saya bisa minta PPATK untuk memeriksa transaksi yang tidak wajar,” kata Pramono dalam rekaman yang tersebar, dikutip Kamis (24/7/2025).
Meski tidak menunjuk langsung institusi tertentu, pesan itu jelas ditujukan untuk membangun atmosfer kerja yang bersih dan penuh kehati-hatian, terutama menjelang pelaksanaan proyek strategis dan program bantuan sosial dalam RAPBD Perubahan 2025.
Langkah ini dipandang sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang telah dicanangkan sejak awal masa jabatannya. Banyak kalangan menilai, peringatan terbuka ini bukan sekadar gertakan moral, melainkan bentuk kontrol politik berbasis instrumen hukum.
Terkait hal tersebut, Jaringan Mayarakat Madura (JAMMA) Jakarta menilai kalau Pramono diketahui telah memperkuat unit pengawasan internal dan menjalin komunikasi dengan KPK dan PPATK sejak awal menjabat. Pernyataan Pramono itu, sebagai bentuk kepemimpinan yang tidak basa-basi dalam menegakkan etika pelayanan publik.
“Kami mendukung langkah Gubernur yang tegas mengingatkan anak buahnya soal integritas. Ini bukan hanya efek jera, tapi juga membangun budaya takut menyalahgunakan jabatan,” ujar Edi Homaidi, selaku Ketua Umum JAMMA, dalam keterangannya, Kamis siang (24/7/2025).
Menurut Edi, salah satu titik lemah birokrasi Jakarta selama ini adalah lemahnya pengawasan belanja rutin dan kegiatan yang melibatkan dana hibah, bansos, hingga pengadaan di level kelurahan. JAMMA meminta agar sinyal kepada PPATK itu benar-benar ditindaklanjuti dengan sistem deteksi dini dan audit partisipatif yang bisa melibatkan warga atau LSM secara berkala.
Pernyataan Pramono juga muncul di tengah sorotan terhadap sejumlah proyek daerah yang berbiaya besar namun minim pengawasan publik, termasuk proyek infrastruktur kawasan dan revitalisasi pasar. JAMMA berharap Pemprov tidak hanya bersikap reaktif, tetapi juga proaktif membuka data realisasi anggaran secara berkala.
“Kalau serius ingin Jakarta bebas dari praktik busuk, transparansi harus jadi standar, bukan pengecualian,” lanjut Edi.
Dalam banyak kasus, korupsi di level pemerintah daerah sering luput dari pantauan karena terlalu administratif dan tidak bersifat elektronik. JAMMA mendorong digitalisasi pengadaan, pelaporan keuangan, dan pemantauan pelaksanaan program hingga ke tingkat RT/RW. Sistem yang sederhana dan dapat diakses publik dinilai lebih ampuh mencegah penyimpangan daripada sanksi setelah kejadian.
Langkah Pramono yang tegas dan tidak populis ini, menurut pengamat, akan menjadi pembeda dari gaya kepemimpinan Jakarta sebelumnya. Teguran yang diiringi langkah nyata dan kemitraan dengan lembaga audit nasional dinilai bisa membentuk budaya birokrasi yang baru—lebih bersih, responsif, dan disiplin terhadap akuntabilitas.
“JAMMA terus mengawal pemerintah untuk anggaran rakyat, bukan sekadar jadi penonton. Sinyal dari Pramono ini jangan berhenti di pidato, tapi harus diturunkan menjadi sistem dan tindakan nyata,” tegas Edi Homaidi menutup pernyataannya. (Ery)