BERITABUANA.CO, JAKARTA — Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung membuka tabir pihak-pihak yang disebut memperoleh keuntungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020–2022. Fakta tersebut terungkap dalam pembacaan surat dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah tahun 2020–2021, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Dalam dakwaan, jaksa menguraikan bahwa proyek pengadaan senilai sekitar Rp1,9 triliun itu diduga tidak hanya menimbulkan kerugian negara, tetapi juga memperkaya sejumlah individu dan korporasi. Menariknya, dari lima tersangka dan terdakwa yang telah ditetapkan, sejauh ini hanya dua nama yang secara eksplisit disebut menerima keuntungan langsung.
Mereka adalah Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019–2024, Nadiem Anwar Makarim, yang diduga menerima aliran dana sebesar Rp809,59 miliar, serta Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek, yang disebut menerima SGD120.000 dan US$150.000. Sementara Sri Wahyuningsih sendiri, konsultan staf khusus menteri Ibrahim Arief, serta staf khusus Jurist Tan, dalam dakwaan tersebut tidak dicatat sebagai pihak yang menikmati keuntungan finansial.
“Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Nadiem Anwar Makarim sebesar Rp809,59 miliar,” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di persidangan.
Jaksa juga memaparkan secara rinci daftar penerima keuntungan lain, baik dari kalangan pejabat internal kementerian maupun pihak swasta yang terlibat sebagai rekanan proyek. Nama-nama tersebut mencakup pejabat pembuat komitmen (PPK), kuasa pengguna anggaran, hingga sejumlah perusahaan teknologi yang menjadi penyedia dalam pengadaan Chromebook.
Daftar Penerima Keuntungan dalam Proyek Chromebook Kemendikbudristek:
- Nadiem Anwar Makarim — Rp809,59 miliar
- Mulyatsyah — SGD120.000 dan US$150.000
- Harnowo Susanto (PPK Kemendikbudristek) — Rp300 juta
- Dhany Hamiddan Khoir (PPK SMA) — Rp200 juta dan US$30.000
- Purwadi Sutanto (Direktur SMA) — US$7.000
- Suhartono Arham (KPA SMA) — US$7.000
- Wahyu Haryadi (PPK SD) — Rp35 juta
- Nia Nurhasanah (PPK PAUD) — Rp500 juta
- Hamid Muhammad (Plt Dirjen PAUD Dasmen) — Rp75 juta
- Jumeri (Dirjen PAUD Dikdasmen) — Rp100 juta
- Susanto — Rp50 juta
- Muhammad Hasbi (KPA PAUD) — Rp250 juta
- Mariana Susy (rekanan PT Bhinneka Mentari Dimensi) — Rp5,15 miliar
- PT Supertone (SPC) — Rp44,96 miliar
- PT Asus Technology Indonesia — Rp819,25 juta
- PT Tera Data Indonesia (Axioo) — Rp177,41 miliar
- PT Lenovo Indonesia — Rp19,18 miliar
- PT Zyrexindo Mandiri Buana — Rp41,17 miliar
- PT Hewlett-Packard Indonesia — Rp2,26 miliar
- PT Gyra Inti Jaya (Libera) — Rp101,51 miliar
- PT Evercoss Technology Indonesia — Rp341,06 juta
- PT Dell Indonesia — Rp112,68 miliar
- PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) — Rp48,82 miliar
- PT Acer Indonesia — Rp425,24 miliar
- PT Bhinneka Mentari Dimensi — Rp281,67 miliar
Kasus ini masih bergulir di pengadilan, dan jaksa menegaskan akan terus mengurai peran masing-masing pihak dalam proyek digitalisasi pendidikan tersebut. Putusan hakim nantinya akan menentukan sejauh mana pertanggungjawaban pidana para terdakwa, sekaligus menjadi ujian bagi komitmen penegakan hukum dalam kasus korupsi sektor pendidikan. (Red)







