BERITABUANA.CO, JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI Habib Syarif Muhammad menyambut baik langkah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang berencana yang mewajibkan siswa SD hingga SMA membaca buku dan menuliskan resensinya.
Hal ini disebut sebagai langkah strategis
dan angin segar bagi upaya meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi di sekolah.
Habib Syarif mengatakan, wajib baca buku siswa SD hingga SMA bukan sekadar pekerjaan rumah tambahan.
“Wajib membaca dan membuat resensi adalah cara membangun kemampuan berpikir kritis sekaligus menumbuhkan budaya literasi sejak dini,” kata Habib Syarif kepada wartawan, di Jakarta Jumat(21/11/2025).
Namun demikian, Habib Syarif menekankan bahwa kebijakan tersebut tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan pembenahan ekosistem perbukuan nasional. Ia menyoroti rendahnya tingkat akses buku bermutu bagi sebagian besar siswa, terutama di daerah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3 T.
“Minat baca peserta didik tidak akan tumbuh jika buku yang tersedia sangat terbatas. Banyak sekolah belum punya perpustakaan layak, harga buku masih mahal, dan distribusi ke daerah terpencil belum merata. Pemerintah harus menjadikan akses terhadap buku bermutu sebagai prioritas,” tegasnya.
Legislator PKB itu menilai ada sejumlah tantangan harus segera diatasi agar kebijakan membaca dan membuat resensi bisa berjalan di lapangan.
Tantangan tersebut meliputi keterbatasan infrastruktur perpustakaan sekolah, kesiapan guru dalam membimbing proses literasi, serta ketimpangan akses digital untuk pemanfaatan buku elektronik.
“Guru harus dibekali metode memilih buku sesuai usia, cara mendampingi siswa membaca, hingga membimbing pembuatan resensi. Tanpa itu, kebijakan ini bisa berubah menjadi sekadar beban administratif,” ujarnya.
Ia juga mendorong pemerintah memberikan insentif bagi penerbit lokal, termasuk subsidi buku anak, penguatan distribusi daerah, serta percepatan digitalisasi perpustakaan sekolah melalui platform buku digital nasional yang mudah diakses siswa. Tidak hanya pemerintah, Habib Syarif menilai peran masyarakat juga penting dalam membangun budaya baca.
“Orang tua juga harus menyediakan waktu membaca bersama anak dan meminimalkan ketergantungan anak terhadap gawai. Komunitas literasi juga didorong memperluas gerakan membaca dan membuat kelas resensi untuk siswa,” katanya.
Mengutip praktik baik negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan, Habib Syarif menegaskan bahwa budaya baca tidak lahir tiba-tiba, melainkan hasil investasi besar pada akses buku, perpustakaan, dan pendampingan literasi yang konsisten.
“Kita mendukung penuh kebijakan Menteri Abdul Mu’ti , tetapi dukungan ini harus nyata dalam bentuk perbaikan ekosistem literasi. Jika akses buku diperbaiki dan guru dibekali kemampuan, maka kewajiban membaca bukan hanya mungkin diterapkan, tetapi bisa menjadi tonggak lahirnya generasi berdaya baca tinggi,” pungkasnya. (Asim)







