BERITABUANA.CO, JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegur bank dan lembaga keuangan nonbank, yang dinilai masih mempersulit akses kredit bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama pinjaman di bawah Rp10 juta. Praktik yang mengacu ketat pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) serta permintaan agunan dianggap bertentangan dengan upaya pemerintah memperluas pembiayaan mikro.
Anggota Komisi XI DPR Andi Yuliani Paris mengatakan, banyak pelaku UMKM kecil hanya membutuhkan modal sangat terbatas, kadang tidak lebih dari Rp5 juta hingga Rp10 juta. Namun, proses administrasi yang rumit, termasuk pengecekan SLIK dan permintaan agunan, membuat mereka kesulitan mendapatkan akses pembiayaan.
“Perbankan ini masih banyak meminta jaminan. Kalau misalnya di bawah 10 juta saja, ya tidak perlulah ada jaminan. UMKM kita yang kecil-kecil ini kadang hanya perlu 5 juta, 10 juta, tapi masih juga diperiksa SLIK-nya, masih diminta jaminan,” ujar Andi Yuliani, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (16/11/2025).
Ia menegaskan bahwa perilaku perbankan tersebut menunjukkan ketidakpatuhan terhadap POJK Nomor 19 Tahun 2025, aturan yang seharusnya memberikan kemudahan pembiayaan bagi UMKM. “Ini berarti perbankan sendiri kan belum mematuhi POJK No.19 Tahun 2025 ini,” ucapnya.
DPR mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperketat sistem monitoring dan memastikan implementasi regulasi berjalan efektif di lapangan. Menurut Andi, pengawasan yang kuat akan memastikan manfaat kebijakan benar-benar dirasakan pelaku usaha kecil, bukan hanya berhenti sebagai aturan formal. “Saya berharap OJK membuat sisi monitoring sehingga bisa memonitor progres dari penyaluran kredit untuk UMKM,” kata politikus PAN tersebut.
Ia menambahkan, UMKM adalah tulang punggung perekonomian nasional yang menyerap jutaan tenaga kerja. Karena itu, sinergi antara pemerintah, OJK, dan sektor perbankan menjadi kunci mempercepat akses pembiayaan mikro tanpa hambatan jaminan maupun persyaratan administrasi yang berlebihan. (Ery)





